Sunday, August 16, 2015

krisis ekonomi diindonesia



KATA PENGANTAR


Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadiratAllah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Allah SWT dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Tim penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Kami  berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Walaikumsalam Wr. Wb


Cilegon, Senin 17 Agustus 2015


Penulis


BAB    I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Krisis ekonomi atau yang sering disebut dengan nama krisis moneter merupakan suatu peristiwa atau kondisi menurunya ekonomi suatu Negara. Beberapa Negara pernah mengalami yang namanya krisis dalam perekonomian negaranya. Karena krisis merupakan kejadian yang simultan dan memiliki effek yang akan menyebar keberbagai Negara. Banyak yang menyebutkan bahwa Krisis moneter merupakan hasil dari ekonomi kapitalis yang sepenuhnya bergantung  pada sistem pasar yang ada. Akibatnya pasar tidak terkendali dan mengakibatkan terjadinya krisis. Sebagian besar negara-negara di dunia pernah mengalami krisis ekonomi,  bahkan AS juga pernah mengalaminya. Indonesia pun tidak dapat mengelak dari  permasalah tersebut, dimana Indonesia dilanda oleh suatu krisis ekonomi yang diawali dari krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada pertengahan tahun 1997. Kecenderungan melemahnya rupiah semakin menjadi ketika terjadi  penembakan mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 dan aksi penjarahan  pada tanggal 14 Mei 1998. Sejak berdirirnya orde baru tahun 1966-1998, terjadi krisis rupiah pada  pertengahan tahun 1997 yang berkembang menjadi suatu krisis ekonomi yang  besar. Krisis pada tahun ini jauh lebih parah dan kompleks dibandingkan dengan krisis-krisis sebelumnya yang pernah dialami oleh Indonesia. Hal ini terbukti dengan mundurnya Soeharto sebagai presiden, kerusuhan Mei 1998, hancurnya sektor perbankan dan indikator-indikator lainnya, baik ekonomi, sosial, maupun  politik. Faktor-faktor yang diduga menjadi penyebab suatu krisis moneter yang  berubah menjadi krisis ekonomi yang besar, yakni terjadinya depresiasi nilai tukarrupiah terhadap dolar AS lebih dari 200% dan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan diuraikan mengenai penyebab- penyebab terjadinya krisis ekonomi Indonesia, dampak yang ditimbulkannya bagi  perekonmian domestik, serta kebijakan atau upaya penanggulangannya.






B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa pengertian dari krisis ekonomi dan Bagaimana awal terjadinya krisis ekonomi di Indonesia
2.      Bagaimana Analisa krisis ekonomi di-era beberapa pemerintahan Republik Indonesia
3.      Apa saja faktor penyebab krisis ekonomi
4.      Bagaimana dampak terjadinya krisis ekonomi global bagi indonesia
5.      Bagaimana hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan kemiskinan
6.      Bagaimana solusi mengatasi krisis ekonomi oleh pemerintah
7.      Apa saja pelajaran yang dapat dipetik dari krisis keuangan Asia

C.    TUJUAN MAKALAH

1.      Menjelaskan pengertian krisis ekonomi dan bagaimana awal terjadinya krisis ekonomi di Indonesia
2.      Menggambarkan krisis ekonomi di-era beberapa pemerintahan Republik Indonesia
3.      Menjelaskan faktor penyebab krisis ekonomi
4.      Menjelaskan Bagaimana dampak terjadinya krisis ekonomi global bagi Indonesia
5.      Bagaimana hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan kemiskinan
6.      Menjelaskan Bagaimana solusi mengatasi krisis ekonomi oleh pemerintah
7.      Menguraikan pelajaran yang dapat dipetik dari krisis keuangan Asia


D.    Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan makalah ini diharapkan memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada teman-teman semua untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam masalah krisis ekonomi yang terjadi diindonesia serta kondisi saat pemulihan dari masalah tersebut. Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan acuan didalam menghadapi masalah krisis ekonomi apabila terjadi lagi dinegara indonesia ataupun negara lain.




BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Krisis Ekonomi
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mendefinisikan krisis sebagai suatu situasi yang genting dan gawat, atau suatu kemelut mengenai suatu kejadian atau peristiwa-peristiwa yang menyangkut  kehidupan. Ekonomi adalah faktor dasar kebutuhan hidup manusia yang bersifat materil atau fisik atau dapat dikatakan sebagai tatanan perekonomian di  suatu negara. Berdasarkan pengertian  tentang krisis dan ekonomi yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa krisis ekonomi adalah suatu peristiwa yang genting dan penuh dengan kemelut tentang tatanan kehidupan perekonomian suatu negara yang merupakan faktor dasar bidang kehidupan manusia yang bersifat materil. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia antara lain disebabkan karena korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), manipulasi dan praktek-praktek ekonomi yang tidak beretika atau tidak bermoral. Kondisi itu lalu menghadirkan moral hazard[1][1] di berbagai sektor ekonomi dan politik yang harus dipikul dan ditanggung bersama semua elemen bangsa.
Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia yang mengalami krisis mata uang, kemudian disusul oleh krisis moneter dan berakhir dengan krisis ekonomi yang besar. Seperti diungkapkan oleh Haris (1998),
“Krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997 adalah yang paling parah sepanjang orde baru. Ditandai dengan merosotnya kurs rupiah terhadap dolar yang luar biasa, serta menurunnya pendapatan per kapita bangsa kita yang sangat drastis. Lebih jauh lagi, sejumlah pabrik dan industri yang bakal collaps atau disita oleh kreditor menyusul utang sebagian pengusaha yang jatuh tempo pada tahun 1998 tak lama lagi akan menghasilka ribuan pengngguran baru dengan sederet persoalan sosial. Ekonom, dan politik yang baru pula”
Menurut Fischer (1998), sesungguhnya pada masa kejayaan Negara-negara Asia Tenggara, krisis di beberapa negara, seperti Thailand, Korea Selatan, dan Indonesia, sudah bisa diramalkan meski waktunya tidak dapat dipastikan.Misalnya di Thailand dan Indonesia, defisit neraca perdagangan terlalu  besar dan terus meningkat setiap tahun, sementara pasar properti dan pasar modal di dalam negeri berkembang pesat tanpa terkendali. Selain itu, nilai tukar mata uang di dua Negara tersebut dipatok terhadap dolar AS terlalu rendah yang mengakibatkan ada kecenderungan besar dari dunia usaha didalam negeri untuk melakukan pinjaman luar negeri, sehingga banyak perusahaan dan lembaga keuangan di negara-negara itu menjadi sangat rentan terhadap risiko perubahan nilai tukar valuta asing. Dan yang terakhir adalah aturan serta pengawasan keuangan oleh otoriter moneter di Thailand dan Indonesia yang sangat longgar hingga kualitas pinjaman portfolio perbankan sangat rendah. Anggapan Fischer tersebut dapat membantu untuk menentukan apakah krisis rupiah terjadi karena krisis bath Thailand. Sementara menurut McLeod (1998), krisis rupiah di Indonesia adalah hasil dari akumulasi kesalahan-kesalahan  pemerintah dalam kebijakan-kebijakan ekonominya selama orde baru, termasuk diantaranya kebijakan moneter yang mempertahankan nilai tukar rupiah pada tingkat yang overvalued.
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak awal Juli 1997, di akhir tahun itu telah berubah menjadi krisis ekonomi. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, menyebabkan harga-harga naik drastis. Banyak perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara  besar-besaran. Jumlah pengangguran meningkat dan bahan-bahan sembako semakin langka.Krisis ini tetap terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia. Yang dimaksud fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju inflasi terkendali, cadangan devisa masih cukup besar dan realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus.
KRISIS
*Tahun anggaran. Sumber : BPS,Indikator ekonomi; Bank Indonesia, Statistik Keuangan Indonesia; World Bank, Indonesia in Crisis, July 2, 1998
Menanggapi perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang mulai merosot sejak bulan Mei 1997, pada bulan Juli 1997 BI melakukan empat kali intervensi dengan memperlebar rentang intervensi. Namun pengaruhnya tidak  banyak. Nilai rupiah dalam dolar AS terus tertekan. Tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai nilai terendah hingga saat itu, yakni dari Rp2.655,00 menjadi Rp2.682,00 per dollar AS. BI akhirnya menghapuskan rentang intervensi dan  pada akhirnya rupiah turun ke Rp2.755,00 per dollar AS. Tetapi terkadang nilai rupiah juga mengalami penguatan beberapa poin. Misalnya, pada bulan Maret 1988 nilai rupiah mencapai Rp10.550,00 untuk satu dollar AS, walaupun sebelumnya, antara bulan Januari dan Februari sempat menembus Rp11.000,00 rupiah per dollar AS. Selama periode Agustus 1997-1998, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terendah terjadi pada bulan Juli 1998, yakni mencapai nilai antara Rp14.000,00 dan Rp15.000,00 per dollar AS. Sedangkan dari bulan September 1998 hingga Mei 1999, perkembangan kurs rupiah terhadap dolar AS  berada pada nilai antara Rp8.000,00 dan Rp11.000,00 per dollar AS. Selama  periode 1 Januari 1998 hingga 5 Agustus 1998, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan mata uang-mata uang Negara-negara Asia lainnya yang juga mengalami depresiasi terhadap dolar AS selama periode tersebut.
Sebagai konsekuensinya, BI pada tanggal 14 Agustus 1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing. Dengan demikian, BI tidak melakukan intervensi lagi di pasar valuta asing, sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar.
a)pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan. 
b)Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%. 
c)Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi. Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain. 

B.     Masa Orde Baru/ Orba (Demokrasi Pancasila) 

 Awal terjadinya berbagai krisis yang muncul di Indonesia adalah adanya devaluasi mata uang Baht oleh pemerintah Thailand pada tanggal 2 Juli 1997 sebagai akibat adanya kegiatan di pasar valuta asing, khususnya dolar Amerika Serikat. Kemudian merambat ke Filipina, Malaysia dan Indonesia.Pada mulanya kurs dolar Amerika Serikat US$ 1 = Rp 2.400,- menjadi US$ 1 = Rp 3.000,-. Kemudian naik terus (pada bulan Agustus – November 1997) sampai menunjukan angka US$1 = Rp 12.000,-. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia antara lain dengan menaikkan suku bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI) sampai 30%, dengan harapan menurunkan inflasi. Namun kenyataan dilapangan, bank-bank menaikanleading rate (tingkat suku bunga kredit) karena cost of loanable pundsmengalami kenaikkan pada semua bank. Akibat lainnya Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) juga meningkat tajam, karena bank-bank mengalami kesukaran likuiditasnya. Kondisi ini bahkan meningkatkan laju inflasi dari 11,05% pada tahun 1997 menjadi 77,63% pada tahun 1998 Krisis nilai tukar / krisis moneter merupakan pemicu awal terjadinya krisis perbankan dan krisis ekonomi pada tahun 1997 diikuti oleh krisis-krisis lainnya, karena kepercayaan masyarakat rendah dengan kondisi sector perbankan yang rapuh. Hal ini terjadi karena kebijakan perbankan yang sangat liberal. Sampai hamper satu decade setelah krisis perbankan masih tetap menjadi bagian dari krisis ekonomi. Kondoso LDR (Loan to Deposit Ratio) perbankan masih rendah. Sepertiga bahkan sampai 40% dana perbankan tidak bisa disalurkan sebagai kredit untuk usaha dan bisnis. Dana perbankan banyak dimainkan untuk investasi bukan disektor riil. Sebagai kebalikan aturan perbankan sebelum krisis, setelah krisis perbankan dijerat dengan berbagai aturan yang sangat ketat, sehingga mengorbankan sector riil. Kondisi sector industry akhirnya juga mengalami kemacetan. Akibat selanjutnya tidak hanya krisis moneter, krisis perbankan dan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, tetapi juga diikuti krisis sosial, krisis kepercayaan dan krisis polotik. Seperti yang dikemukakan berbagai pengamat ekonomi (Lukman Dendawijaya, 2003) krisis yang melanda.
Indonesia sejak Juli 1997 hingga tahun 2003 adalah sebagai berikut:
1.      Krisis Moneter, Indikatornya :
a.       Depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat
b.      Neraca pembayaran (Balance of Payment) yang negative
c.       L/C bank-bank nasional tidak diterima oleh perbankan internasional
d.      Uang beredar terus meningkat.
2.      Krisis Perbankan, Indikatornya :
a.       Likuidasi bank ditutup
b.      Pembentukan BPPN untuk menyehatkan bank-bank
c.       Bank beku operasi dan bank take over
d.      Utang luar negeri yang membengkak
e.       Tingkat suku bunga SBI naik terus, mulai 30%, 40% dan 45% jangka waktu 1 bulan
f.       Tingkat suku bunga deposito bank umum 45%, 55% dan 65% jangka waktu 1 bulan
g.      Utang bank dalam bentuk BLBI melampaui 200%-500%.
3.      Krisis Ekonomi, Indikatornya :
a.          Tingkat suku bunga pinjaman sangat tinggi, hingga mencapai 70%
b.          Stagnasi di sector riil
c.          Tingkat inflasi sangat tinggi (inflasi mencapai 24% dalam 3 bulan pertama tahun 1998)
d.         PHK di berbagai sector riil.

 Krisis pertama yang dialami Indonesia masa orde baru adalah kondisi ekonomi yang sangat parah warisan orde lama.Sebagian besar produksi terhenti dan laju pertumbuhan ekonomi selama periode 1962-1966 kurang dari 2% yang mengakibatkan penurunan pendapatan per kapita.Defisit anggaran belanja pemerintah yang sebagian besar dibiayai dengan kredit dari BI meningkat tajam dari 63%  dari penerimaan pemerintah tahun 1962 menjadi127% tahun 1966.Selain itu,buruknya perekonomian Indonesia masa transisi juga disebabkan oleh besarnya defisit neraca perdagangan dan utang luar negeri,yang kebanyakan diperoleh dari negara blok timur serta inflasi yang sangat tinggi.Disamping itu,pengawasan devisa yang amat ketat menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS naik dua atau tiga kali lipat.Akibatnya terjadi kegiatan spekulatif dan pelarian modal ke luar negeri.Hal ini memperburuk perekonomian Indonesia pada masa itu (Siregar,1987).Krisis kedua adalah laju inflasi yang tinggi pada tahun 1970-an.Hal ini disebabkan karena banyaknya jumlah uang yang beredar dan krisis pangan akhir tahun 1972.Laju inflasi memuncak hingga 41% tahun 1974 (Hill,1974).Selain itu terjadi devaluasi rupiah sebesar 50% pada November 1978.Bulan September 1984,Indonesia mengalami krisis perbankan ,yang bermula dari deregulasi perbankan 1 Juni 1983 yang memaksa bank-bank negara untuk memobilisasi dana mereka dan memikul risiko kredit macet,serta bebas untuk menentukan tingkat suku bunga,baik deposito berjangka maupun kredit (Nasution,1987).Masalah-masalah tersebut terus berlangsung hingga terjadi krisis ekonomi yang bermula pada tahun 1997.
 Terakhir,antara tahun 1990-1995 ekonomi Indonesia beberapa kali mengalami gangguan dari waktu ke waktu.Pertama,walaupun tidak menimbulkan suatu krisis yang besar,apresiasi nilai tukar yen Jepang terhadap dollar AS sempat merepotkan Indonesia.Laju pertumbuhan ekspor Indonesia sempat terancam menurun dan beban ULN dari pemerintah Jepang meningkat dalam nilai dollar AS.Kedua,pada awal tahun 1994,perekonomian Indonesia cukup terganggu dengan adanya arus pembelian dollar AS yng bersifat spekulatif karena beredar isu akan adanya devaluasi rupiah (Tambunan,1998).Sumber: Tambunan (1998)  pertukaran bath-dollar Dari tahun 1985 ke tahun 1995, Ekonomi Thailand tumbuh rata-rata 9%. Pada 1996, dana hedge Amerika telah menjual $400 juta mata uang Thai.Dari 1985 sampai 2 Juli 1997, baht dipatok 25 bath per dollar AS.Pada tanggal 14 dan tanggal 15 Mei 1997, nilai tukar bath Thailand terhadap dolar AS mengalami goncangan akibat para investor asing mengambil keputusan “jual”, karena tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian dan ketidakstabilan politik Negara Thailand. Untuk mempertahankan nilai tukar bath agar tidak jatuh terus, Thailand melakukan intervensi yang didukung oleh Bank Sentral Singapura. Namun, pada tanggal 2 Juli 1997, Bank Sentral Thailand mengumumkan bahwa nilai tukar bath dibebaskan dari ikatan dollar AS dan meminta bantuan IMF.
 Pengumuman ini menyebabkan nilai bath terdepresiasi sekitar 15-20% hingga mencapai nilai terendah, yakni 28,20 bath per dollar AS. Pada 1997, sebenarnya kondisi ekonomi di Indonesia tampak jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, tingkat inflasi Indonesia lebih rendah. Nilai tukar rupiah terhadap dolar, menguat. Dalam kondisi ekonomi seperti itulah, banyak perusahaan di Indonesia meminjam uang dalam bentuk dolar AS.Krisis moneter yang terjadi di Thailand ini, menyebabkan Indonesia dan beberapa negara Asia, seperti Filipina, Korea dan Malaysia mengalami krisis keuangan. Ketika krisis melanda Thailand, nilai baht terhadap dolar anjlok dan menyebabkan nilai dolar menguat. Penguatan nilai tukar dolar berimbas ke rupiah. Sekitar bulan Juli 1997, di Indonesia terjadi depresiasi nilai tukar rupiah, nilai rupiah terus merosot. Di bulan Agustus 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah dari Rp2.500,00 menjadi Rp2.650,00 per dolar AS. Sejak saat itu, posisi mata uang Indonesia mulai tidak stabil. Padahal, pada saat itu hutang luar negeri Indonesia, baik swasta maupun pemerintah, sudah sangat besar. Tatanan perbankan nasional kacau dan cadangan devisa semakin menipis.Perusahaan yang tadinya banyak meminjam dolar (ketika nilai tukar rupiah kuat terhadap dolar), kini sibuk memburu atau membeli dolar untuk membayar bunga pinjaman mereka yang telah jatuh tempo, dan harus dibayar dengan dolar. Nilai rupiah pun semakin jatuh lebih dalam lagi. IMF datang dengan paket bantuan 23 milyar dolar, tapi tidak mampu memperbaiki keadaan. Malahan akhirnya paket bantuan IMF itu, yang dalampenggunaannya banyak terjadi penyelewengan, semakin menambah beban utang yang harus ditanggung oleh rakyat Indonesia.Krisis Rupiah Hingga Krisis Ekonomi. Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia yang mengalami krisis mata uang, kemudian disusul oleh krisis moneter dan berakhir dengan krisis ekonomi yang besar. Seperti diungkapkan oleh Haris (1998), “Krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997 adalah yang paling parah sepanjang orde baru. Ditandai dengan merosotnya kurs rupiah terhadap dolar yang luar biasa, serta menurunnya pendapatan per kapita bangsa kita yang sangat drastis. Lebih jauh lagi, sejumlah pabrik dan industri yang bakal collaps atau disita oleh kreditor menyusul utang sebagian pengusaha yang jatuh tempo pada tahun 1998 tak lama lagi akan menghasilka ribuan pengngguran baru dengan sederet persoalan sosial. Ekonom, dan politik yang baru pula” 
 Menurut Fischer (1998), sesungguhnya pada masa kejayaan Negara-negara Asia Tenggara, krisis d beberapa negara, seperti Thailand, Korea Selatan, dan Indonesia, sudah bisa diramalkan meski waktunya tidak dapat dipastikan.Misalnya di Thailand dan Indonesia, defisit neraca perdagangan terlalu besar dan terus meningkat setiap tahun, sementara pasar properti dan pasar modal di dalam negeri berkembang pesat tanpa terkendali. Selain itu, nilai tukar mata uang di dua Negara tersebut dipatok terhadap dolar AS terlalu rendah yang mengakibatkan ada kecenderungan besar dari dunia usaha didalam negeri untuk melakukan pinjaman luar negeri, sehingga banyak perusahaan dan lembaga keuangan di negara-negara itu menjadi sangat rentan terhadap risiko perubahan nilai tukar valuta asing. Dan yang terakhir adalah aturan serta pengawasan keuangan oleh otoriter moneter di Thailand dan Indonesia yang sangat longgar hingga kualitas pinjaman portfolio perbankan sangat rendah.Anggapan Fischer tersebut dapat membantu untuk menentukan apakah krisis rupiah terjadi karena krisis bath Thailand.  Sementara menurut McLeod (1998), krisis rupiah di Indonesia adalah hasil dari akumulasi kesalahan-kesalahan pemerintah dalam kebijakan-kebijakan ekonominya selama orde baru, termasuk diantaranya kebijakan moneter yang mempertahankan nilai tukar rupiah pada tingkat yang overvalued.
 Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak awal Juli 1997, di akhir tahun itu telah berubah menjadi krisis ekonomi. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, menyebabkan harga-harga naik drastis. Banyak perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. Jumlah pengangguran meningkat dan bahan-bahan sembako semakin langka. Krisis ini tetap terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia. Yang dimaksud fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju inflasi terkendali, cadangan devisa masih cukup besar dan realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus.




1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997

Pertumbuhan ekonomi (%)
7,24
6,95
6,46
6,50
7,54
8,22
7,98
4,65
Tingkat Inflasi (%)
9,93
9,93
5,04
10,18
9,66
8,96
6,63
11,60
Neraca pembayaran (US$)
2,099
1,207
1,743
741
806
1,516
4,451
-10,021
Neraca perdagangan
5,352
4,801
7,022
8,231
7,901
6,533
5,948
12,964
Neraca berjalan
-3,24
-4,392
-3,122
-2,298
-2,96
-6,76
-7,801
-2,103
Neraca modal
4,746
5,829
18,111
17.972
4,008
10,589
10,989
-4,845
Pemerintah (neto)
633
1,419
12,752
12,753
307
336
-522
4,102
Swasta (neto)
3,021
2,928
3,582
3,216
1,593
5,907
5,317
-10,78
PMA (neto)
1,092
1,482
1,777
2,003
2,108
4,346
6,194
1,833
Cadangan devisa akhir tahun (US$)
8,661
9,868
11.611
12,352
13,158
14,674
19,125
17,427
(bulan impor nonmigas c&f)
4,7
4,8
5,4
5,4
5,0
4,3
5,2
4,5
Debt-service ratio (%)
30,9
32,0
31,6
33,8
30,0
33,7
33,0

Nilai tukar Des. (Rp/US$)
1,901
1,992
2,062
2,11
2,2
2,308
2,383
4.65
APBN* (Rp.milyar)
3,203
433
-551
-1,852
1,495
2,807
818
456












*Tahun anggaran
Sumber : BPS,Indikator ekonomi; Bank Indonesia, Statistik Keuangan Indonesia;
World Bank, Indonesia in Crisis, July 2, 1998.
           Menanggapi perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang mulai merosot sejak bulan Mei 1997, pada bulan Juli 1997 BI melakukan empat kali intervensi dengan memperlebar rentang intervensi. Namun pengaruhnya tidak banyak. Nilai rupiah dalam dolar AS terus tertekan. Tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai nilai terendah hingga saat itu, yakni dari Rp2.655,00 menjadi Rp2.682,00 per dollar AS. BI akhirnya menghapuskan rentang intervensi dan pada akhirnya rupiah turun ke Rp2.755,00 per dollar AS. Tetapi terkadang nilai rupiah juga mengalami penguatan beberapa poin. Misalnya, pada bulan Maret 1988 nilai rupiah mencapai Rp10.550,00 untuk satu dollar AS, walaupun sebelumnya, antara bulan Januari dan Februari sempat menembus Rp11.000,00 rupiah per dollar AS. Selama periode Agustus 1997-1998, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terendah terjadi pada bulan Juli 1998, yakni mencapai nilai antara Rp14.000,00 dan Rp15.000,00 per dollar AS. Sedangkan dari bulan September 1998 hingga Mei 1999, perkembangan kurs rupiah terhadap dolar AS berada pada nilai antara Rp8.000,00 dan Rp11.000,00 per dollar AS. Selama periode 1 Januari 1998 hingga 5 Agustus 1998, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan mata uang-mata uang Negara-negara Asia lainnya yang juga mengalami depresiasi terhadap dolar AS selama periode tersebut.
Perubahan Nilai Tukar Mata Uang Beberapa Negara Asia : 30/6/97-8/5/98.

Negara
US$/100 Uang lokal 6/30’97
12/31’97
Perubahan (%)
6/30-12/31
5/8’98
Perubahan (%)
1/1-5/8’98
Perubahan Kumulatif (%)
6/30’97-5/8’98
Thailand
4,05
2,08
-48,7
2,59
24,7
-36
Malaysia
39,53
25,70
-35,0
26,25
2,1
-33,6
Indonesia
0,04
0,02
-44,0
0,01
-53,0
-73,8
Filipina
3,79
2,51
-33,9
2,54
1,3
-33,0
Hongkong
12,90
12,90
0,0
12,90
0,0
0,0
Korea Selatan
0,11
0,06
-47,7
0,07
21,9
-36,2
Taiwan
3,60
3,06
-14,8
3,10
1,2
-13,8
Singapura
69,93
59,44
-15,0
61,80
4,0
-11,6
Serosot sejak bulan Mei 1997, pada bulan Juli 1997 BI melakukan empat kali intervensi dSumber :Goldstein (1998)
Sebagai konsekuensinya, BI pada tanggal 14 Agustus 1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing. Dengan demikian, BI tidak melakukan intervensi lagi di pasar valuta asing, sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar.

C.    Masa Reformasi (Demokrasi Liberal) 

Pada masa krisis ekonomi,ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru kemudian disusul dengan era reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden Habibie. Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan, namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan keadaan.Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati. Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri mengalami masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain : 
a)Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun. 
b)Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional. Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat kebijakan kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah. Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah. Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke 
sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.

Sistem pemerintahan 

Orde lama : kebijakan pada pemerintah, berorientasi pada politik,semua proyek diserahkan kepada pemerintah, sentralistik,demokrasi Terpimpin, sekularisme. 
Orde baru : kebijakan masih pada pemerintah, namun sektor ekonomi sudah diserahkan ke swasta/asing, fokus pada pembangunan ekonomi, sentralistik, demokrasi Pancasila, kapitalisme. 
 Soeharto dan Orde Baru tidak bisa dipisahkan. Sebab, Soeharto melahirkan Orde Baru dan Orde Baru merupakan sistem kekuasaan yang menopang pemerintahan Soeharto selama lebih dari tiga dekade. Betulkah Orde Baru telah berakhir? Kita masih menyaksikan praktik-praktik nilai Orde Baru hari ini masih menjadi karakter dan tabiat politik di negeri ini. Kita masih menyaksikan koruptor masih bercokol di negeri ini. Perbedaan Orde Baru dan Orde Reformasi secara kultural dan substansi semakin kabur. Mengapa semua ini terjadi? Salah satu jawabannya, bangsa ini tidak pernah membuat garis demarkasi yang jelas terhadap Orde Baru. Tonggak awal reformasi 11 tahun lalu yang diharapkan bisa menarik garis demarkasi kekuatan lama yang korup dan otoriter dengan kekuatan baru yang ingin melakukan perubahan justru “terbelenggu” oleh faktor kekuasaan.Sistem politik otoriter (partisipasi masyarakat sangat minimal) pada masa orba terdapat instrumen-instrumen pengendali seperti pembatasan ruang gerak pers, pewadahunggalan organisasi profesi, pembatasan partai poltik, kekuasaan militer untuk memasuki wilayah-wilayah sipil, dll. 
 Orde reformasi : pemerintahan tidak punya kebijakan (menuruti alur parpol di DPR), pemerintahan lemah, dan muncul otonomi daerah yang kebablasan, demokrasi Liberal (neoliberaliseme), tidak jelas apa orientasinya dan mau dibawa kemana bangsa ini.

      Masa di Era pemerintahan SBY
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam kampanye menargetkan penurunan orang miskin dari sekitar 16 persen tahun 2005 menjadi 8,2 persen tahun 2009 (Hadat : 2007). (Ini sebelum terjadi kenaikan harga BBM tahun 2005 dan merebaknya berbagai bencana alam selama periode 2005 hingga awal tahun 2006 yang membuat jumlah orang miskin di Indonesia meningkat menjadi 17,75 persen atau sekitar 39 juta jiwa, dan jumlah pengangguran menjadi 40,4 juta orang, atau sekitar 38 persen dari jumlah angkatan kerja (Maret 2006).
                                        
Masalah yang ada:
a)      Masalah pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat memperihatinkan karena tidak tampak strategi yang bisa membuat perekonomian Indonesia kembali bergairah.
b)      Angka pengangguran dan kemiskinan tetap tinggi.
c)      Penanganan bencana alam yang datang bertubi-tubi berjalan lambat dan sangat tidak profesional. Bisa dipahami bahwa bencana datang tidak diundang dan terjadi begitu cepat sehingga korban kematian dan materi tidak terhindarkan. Satu-satunya unit pemerintah yang tampak efisien adalah Badan Sar Nasional yang saat inipun terlihat kedodoran karena sumber daya yang terbatas. Sementara itu, pembentukan komisi dll hanya menjadi pemborosan yang luar biasa.
d)     Masalah korupsi. Mulai dari dasar hukumnya sampai proses peradilan, terjadi perdebatan yang semakin mempersulit pembersihan Republik Indonesia dari koruptor-koruptor perampok kekayaan bangsa Indonesia. Misalnya pernyataan JK yang menganggap upaya pemberantasan korupsi mulai terasa menghambat pembangunan.

Upaya-upaya pemerintahan SBY mengentaskan kemiskinan memberi penekanan terutama pada aspek-aspek antara lain:
a)      bantuan langsung tunai
b)      beras untuk rakyat miskin
c)      bantuan untuk sekolah/pendidikan
d)     bantuan kesehatan gratis
e)      pembangunan perumahan rakyat
f)       pemberian kredit mikro
g)      bantuan untuk petani dan peningkatan produksi pangan
h)      bantuan untuk nelayan dan program untuk sektor perikanan
i)        peningkatan kesejahteraan PNS, termasuk prajurit TNI dan Polri
j)        peningkatan kesejahteraan buruh
k)      bantuan untuk penyandang cacat (jaminan sosial)
l)        pelayanan publik cepat dan murah untuk rakyat
m)    Indonesia masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
n)      Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN
o)      Konversi minyak tanah ke gas
p)      Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB
q)      Buy back saham BUMN
r)       Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil
s)       Subsidi BBM.
t)       Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
u)      Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan "Visit Indonesia 2008".
v)      Pemberian bibit unggul pada petani.
w)    Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Krisis Ekonomi Masa Pemerintahan Joko Widodo

Demonstrasi dan protes meruak ke arah Jokowi, sebagian besar pendemo malah  mendesaknya pulang ke Solo karena gagal dan memalukan warga Solo.  Indonesia dibayangi krisis ekonomi warisan  eras SBY ,dan suasananya mirip menjelang krisis moneter 1997, utang swasta saat ini kebanyakan berjangka pendek dan tanpa lindung-nilai. Banyak pula dari utang tersebut dipakai membiayai proyek jangka panjang. Para oligarki kelilingi Jokowi. Sampai menjelang krismon 1997, kinerja lembaga-lembaga keuangan Indonesia sangat kinclong. Asetnya melejit sangat cepat, demikian pula keuntungannya. Para konglomerat pemilik bank pun tampak sangat percaya diri dalam melakukan ekspansi bisnis di segala sektor.
 Ketika itu Indonesia seolah tinggal selangkah menjadi negara makmur. Tapi semua itu mulai berantakan pada Agustus 1997, ketika rupiah mulai terjun bebas terhadap dollar AS. Kredit macet dan harga-harga barang langsung melambung. Rakyat pun mengamuk. Demikian hebatnya amuk rakyat ketika itu, tentara yang biasanya sangat ampuh menghadapi kerusuhan tak berdaya. Akhirnya, ketika kobaran api dan kematian makin merebak di berbagai kota, Suharto menyatakan mundur sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998.
Mirip menjelang Krismon 1997, data BI sampai awal 2015 menunjukkan utang luar negeri swasta lebih besar ketimbang pemerintah, yaitu US$ 192 miliar berbanding US$ 136 miliar. Sama seperti dulu, kebanyakan utang swasta, menurut data BI sekarang, bersifat jangka pendek dan tanpa lindung-nilai.Celakanya, tak sedikit dari utang Valas tersebut dipakai untuk membiayai proyek-proyek berjangka menengah atau panjang. Lebih mengkhawatirkan lagi, hasil dari proyek-proyek tersebut berbentuk rupiah. Salah satu paling berisiko adalah proyek-properti yang belakangan ini menjamur dimana-mana. Hal ini tampak kasatmata dari pembangunan perumahan, mal, superblock, dan sebagainya.Maka, seperti 1997, bila nanti rupiah jeblok berkelanjutan, kredit macet bakal melesat dan banyak proyek berhenti di tengah jalan. PHK massal pun tak terelakkan! Bisa dipastikan, lembaga-lembaga akan mengalami kerugian besar bahkan bisa bangkrut lantaran tak sanggup menanggung kredit macet. Dan pemerintah pun dihadapkan pada dua pilihan: mengambil langkah penyelamatan dengan menalangi kredit macet para kreditor, atau membiarkan kebangkrutan terjadi. Sejak kasus Bank Century, kedua pilihan mengandung resiko berat. Seperti kasus Bank Century, menyelamatkan bisa membuat para pengambil keputusan menjadi bulan-bulanan para politisi, bahkan bisa masuk penjara. Bila memilih keputusan kedua, pada titik ekstrim, dunia keuangan bisa mengalami kebangkrutan massal atau jatuh sepenuhnya ke tangan asing.
 Berdasarkan kasus Bank Century itulah, Ketua umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono, telah berulang kali mengingatkan bahwa UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) harus segera dibuat. Tanpa JPSK, menurut Sigit, ketika terjadi krisis keuangan tak ada pejabat yang berani mengambil keputusan karena takut diadili secara politis dan pidana.
Sigit berharap agar UU JPSK mengatur tentang definisi krisis, siapa yang berhak menentukan telah terjadi krisis, dan apa yang bisa dilakukan oleh Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), atau Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tapi Sigit tentu juga harus realistis bahwa sekarang ini segala sesuatu bisa dijungkirbalikkan, termasuk pasal-pasal hukum yang tersurat. Kini secara umum lembaga keuangan, baik bank maupun yang non-bank, masih dalam kondisi sehat. Hanya saja, sejumlah isyarat bahaya sudah bermunculan. Salah satunyanya adalah anjloknya laba bank-bank swasta papan atas pada 2014. Laba perbankan swasta dalam Top 10 bank terbesar di Indonesia, tahun lalu turun 7,06% dari Rp 28,12 triliun menjadi Rp 26,13 triliun.
Hanya dua bank swasta yang tahun lalu mengalami kenaikan laba, yaitu BCA dengan perolehan Rp 16,49 triliun atau naik 15,7% dari Rp 14,25 triliun; dan Bank Panin dengan pertumbuhan laba 4,42% dari Rp 2,26 triliun menjadi Rp 2,36 triliun. Bank swasta lainnya, yaitu CIMB Niaga labanya anjlok 59,13% menjadi Rp 2,34 triliun di akhir 2014; Bank Danamon rontok 36% menjadi Rp 2,6 triliun; BII ambles 65% menjadi Rp 752 miliar; dan Bank Permata turun 8,77% menjadi Rp 1,59 triliun.
Dalam Top 10 bank terbesar di Indonesia itu, bank-Bank BUMN memang masih mencetak pertumbuhan laba. Total laba yang dibukukan Mandiri, BRI, BNI dan BTN tahun lalu naik 12,07% menjadi Rp 56 triliun. Dengan rincian, laba BRI naik 14,35% menjadi Rp 24,2 triliun, Mandiri naik 9,34% menjadi Rp 19,9 triliun, BNI naik 19,1% menjadi Rp 10,78 triliun. Satu-satunya bank milik pemerintah yang membukukan penurunan laba adalah BTN , yaitu dari 1,56 triliun menjadi 1,12 triliun atau turun 28,59%. Sementara itu merosotnya harga komoditas seperti minyak sawit, batubara dan minyak telah mendorong OJK untuk mengingatkan para bankir agar waspada terhadap bahaya kredit macet. Dengan alasan, rontoknya harga komoditas-komoditas tersebut berdampak luas terhadap perekonomian nasional. Ini karena minyak kelapa sawit dan batubara adalah komoditas unggulan Indonesia, dan minyak masih merupakan sumber penghasilan penting bagi pemerintah.
OJK tak menginginkan apa yang terjadi pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) merembet ke yang lain. Kemacetan KUR tahun lalu mencapai 4,2%, padahal batas toleransi kredit macet adalah 5%. Kenyataan ini membuat pemerintah memangkas KUR sebanyak 30% menjadi Rp 20 trilliun pada tahun ini. Agar tak kecolongan lagi, pemerintah juga tak lagi menggunakan BPD sebagai penyalur KUR. Sekarang hanya BRI, BNI, dan Mandiri yang diberi kepercayaan menyalurkan KUR .
Selain kerugian yang dialami Bank terjadi juga penurunan nilai mata uang rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sempat menembus Rp 13.000/US$. Ini merupakan titik terlemah sejak 17 tahun terakhir, alias sejak era krisis ekonomi 1998 (krisis moneter/krismon).
Mulai dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga sejumlah menteri menyatakan, pelemahan rupiah disebabkan oleh faktor eksternal. Terutama karena mulai menguatnya perekonomian Amerika Serikat (AS), setelah dilanda krisis hebat pada 2008 lalu.Kondisi ini membuat dolar AS yang menyebar di negara-negara berkembang ‘pulang kampung’. Sehingga tak hanya rupiah, tapi banyak mata uang di duna yang juga melemah terhadap dolar.Namun analis asing punya pendapat lain soal pelemahan rupiah yang terjadi. Berikut rangkumannya seperti dikutip:
1.Akibat Pernyataan Gubernur Bank Indonesia (BI)
Khoon Goh, Senior FX Strategy dari ANZ mengatakan, pelemahan rupiah tidak lepas dari pernyataan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo beberapa waktu lalu. Agus sempat menyebut, bahwa tahun ini sepertinya inflasi Indonesia terkendali. Bahkan bukan tidak mungkin. inflasi sepanjang 2014 hanya berada di kisaran 4%.Pasar mengartikan ini sebagai sinyal, bahwa BI akan mulai mengendurkan kebijakan moneter. Salah satunya adalah peluang penurunan suku bunga acuan atau BI Rate.Ketika suku bunga semakin rendah, maka investasi di Indonesia sudah kurang menggiurkan. Akibatnya terjadi arus modal keluar (capital outflow) yang membuat rupiah melemah.“Sepertinya bank sentral mengizinkan rupiah melemah. Ini memicu lebih banyak arus modal keluar,” tutur Goh seperti dikutip dari CNBC.Pada 17 Februari 2015, kala BI memangkas BI Rate dari 7,75% menjadi 7,5%, rupiah melemah sampai 0,56%.

2. Pudarnya Jokowi Effect
Ada faktor lain yang menyebabkan rupiah cenderung melemah. Pelaku pasar saat ini sudah mulai rasional, dan sepertinya euforia terpilihnya Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden, atau sering disebut Jokowi Effect, sudah memudar. “Euforia atas kemenangan Presiden Joko Widodo tidak bertahan lama,” ujar Khoon Goh, Senior FX Strategy dari ANZ. Pasca pemilihan presiden (pilpres) 9 Juli 2014, pasar keuangan Indonesia menikmati ‘guyuran’ arus modal masuk (capital inflow). Rupiah pun menguat hingga nyaris 5% selama periode 25 Juni hingga 23 Juli. Setelah itu, rupiah cenderung melemah karena euforia Jokowi Effect sudah terkikis. Apalagi fundamental ekonomi Indonesia masih perlu dibenahi, misalnya defisit transaksi berjalan yang berada di kisaran 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). “Jadi arus modal masuk itu tidak berkelanjutan,” kata Goh.


3. Dolar Bisa Menyentuh Rp 13.250
Fundamental ekonomi Indonesia masih perlu dibenahi, misalnya defisit transaksi berjalan yang berada di kisaran 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). “Jadi arus modal masuk itu tidak berkelanjutan,” kata Khoon Goh, Senior FX Strategy dari ANZ. Tidak hanya dari dalam negeri, rupiah juga tertekan faktor eksternal karena dolar AS begitu ‘perkasa’ terhadap mata uang dunia. Ini ditunjukkan dengan Dollar Index (perbandingan dolar AS dengan mata uang utama dunia) yang mencapai titik tertinggi dalam 12 tahun terakhir. Oleh karena itu, Goh memperkirakan rupiah masih bisa melemah lagi. Dia menilai pada akhir tahun rupiah akan berada di posisi Rp 13.250/US$.
Tantangan yang dihadapi Presiden terpilih Joko Widodo alias Jokowi di bidang ekonomi tidak mudah. Jika pemerintahan Jokowi mau memenuhi janjinya kepada rakyat Indonesia yang telah menaruh kepercayaan besar pada dirinya, maka dia harus membuat terobosan penting. Sejumlah agenda reformasi di bidang ekonomi sudah menunggu. Yang ditunggu oleh publik bukan sekedar apa daftar niat baik yang mau dilakukan pemerintah Jokowi, tetapi bagaimana dia akan melakukannya. Beberapa hari sebelum pelantikan Jokowi-JK, Komite Ekonomi Nasional (KEN) melansir tantangan yang akan dihadapi pemerintahan mendatang. Raden Pardede, Wakil Ketua KEN, menyebut tiga tantangan besar perekonomian yang akan dihadapi, dan harus diantisipasi pemerintah.
Tantangan pertama adalah perbaikan ekonomi Amerika Serikat yang berakibat pada naiknya suku bunga negara tersebut.
Perbaikan ekonomi Negara Paman Sam mempengaruhi nilai tukar dolar terhadap rupiah, dan berimbas pada banyak aspek finansial di Indonesia. Tantangan kedua perekonomian global yang bisa semakin melemah. Tantangan ketiga adalah tekanan inflasi jika kenaikan harga minyak benar-benar dijalankan.
Raden menjelaskan, jika the Fed menaikkan suku bunga agresif dalam waktu dekat, perekonomian Indonesia akan sangat terpukul karena tengah mengalami twin deficit(transaksi berjalan dan APBN). Kenaikan suku bunga the Fed diperkirakan akan menimbulkan arus modal yang terhenti atau malah berbalik arah. Peristiwa tersebut akan berbahaya pada
likuiditas dan cadangan devisa dalam negeri, karena Indonesia membutuhkan likuiditas besar untuk menyeimbangkan kedua defisit.
“Rupiah juga akan tertekan dengan semakin menguatnya dollar Amerika Serikat. Dan hal-hal tersebut akan semakin menekan transaksi berjalan di tahun depan,” ujar Raden. Sebagai risiko yang sangat berbahaya, lanjut Raden, kenaikan suku bunga the Fed patut diantisipasi dengan kebijakan yang komprehensif.
Dari dalam negeri, rencana pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) diperkirakan akan membawa tekanan inflasi. Tetapi, tinggi rendahnya inflasi dan gejolak di masyarakat menjadi pertanyaan lebih lanjut. Keadaan politik yang tidak ramah membuat peristiwa ini akan memberikan goncangan sendiri.
Untuk menghadapi tantangan ini pemerintah perlu mengeluarkan  kebijakan yang agresif. Tetapi sebelum kebijakan terbit, pemerintah perlu mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat goncangan ekonomi dari faktor eksogen dan menentukan target dari kebijakan yang akan dilakukan untuk merespon goncangan yang datang. Juga perlu menggerakkan segala instrumen ekonomi sesuai target yang diinginkan untuk mengatasi dan mengantisipasi dampak yang akan terjadi akibat goncangan ekonomi.
Pemerintah juga perlu melakukan pemotongan dan realokasi subsidi energi pada 2014. Melalui kebijakan ini, pemerintah akan mempunyai ruang fiskal yang lebih besar untuk kemudian dialokasikan kepada belanja infastruktur publik serta belanja jaring pengaman sosial. “Juga membangun infrastruktur dan sistem logistik yang efisien,”
Mantan Menteri Koordinator dan Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan, ekonomi Indonesia dua tahun ke depan menjadi tantangan bagi pemerintahan era Jokowi-JK. Persoalan ekonomi yang harus diselesaikan oleh pemerintahan baru cukup rumit seperti defisit neraca transaksi berjalan, subsidi yang berlebihan, dilema menaikkan harga BBM dengan dampak  meningaktnya inflasi, dan angka kemiskinan yang naik. “Dua tahun ke depan memang tantangan, tapi saya optimis,” kata Chairul.
Ekonomi Indonesia, kata dia, membutuhkan suasana yang kondusif untuk dapat bergerak sesuai tujuan. Saling gotong royong karena Indonesia terlalu kompleks untuk dikelola oleh satu kelompok saja. “Untuk itu saya ingin mengetuk hati para pemimpin bangsa untuk duduk bersama-sama dan bekerja keras untuk kepentingan bangsa,” pungkas Ketua KEN ini.
Selain itu, Para pengamat ekonomi mengatakan bahwa di tingkat global, saat ini ada kecenderungan pertumbuhan ekonomi sejumlah negara di Eropa berada di bawah perkiraan Bank Sentral Eropa (ECB). Bahkan, secara rata-rata pertumbuhan PDB di kawasan Eropa diperkirakan hanya mencapai 0.1 persen pada kuartal kedua, yang berati lebih rendah dari kuartal pertama sebesar 0,2 persen.
Lebih lanjut dikatakan, ekonomi Jerman berkontraksi 0.2 persen, Perancis melaporkan stagnasi pertumbuhan dengan ancaman defisit di atas 4 persen, sementara Italia kembali meneruskan tren kontraksi mengarah ke resesi yang telah dialami dalam beberapa kuartal terakhir. Adapun di Eropa Timur khususnya Polandia, Ceko, dan Rumania juga menunjukkan perlambatan. Bahkan ekonomi Rumania dilaporkan berkontraksi 1 persen pada kuartal 2/2014.
Kondisi di atas juga diperburuk oleh situasi politik Zona Euro dengan kian memburuknya perseteruan Rusia dan Ukraina. Hal ini yang menyebabkan potensi terhentinya bantuan Internasional ke kawasan ini.
Tercatat juga, indeks kepercayaan konsumen di 18 negara yang tergabung dalam Zona Euro juga mengalami pertumbuhan negatif yang semakin dalam. Pada bulan Agustus 2014, indeks kepercayaan konsumen terus merosot hingga minus 10 persen dari posisi Juli 2014 yang mencapai minus 8,4.
Karena itu bisa kita pahami jika Bank Sentral Eropa (ECB) pada Juli lalu mengumumkan, kawasan Zona Euro kembali dibayang-bayangi risiko deflasi yang berpotensi menjerumuskan ekonomi kawasan tersebut. Bahkan ECB telah melaporkan inflasi yang sangat rendah bulan Juli lalu di level 0.4 persen, yang merupakan inflasi terlambat sejak tahun 2009.
Inilah situasi ekonomi global yang tidak ringan yang akan dihadapi pemerintahan presiden Jokowi. Maka dia sangat perlu untuk mempersiapkan secara hati-hati kabinetnya yang menyangkut bidang ekonomi beserta kebijakannya. 
 Pada era Presiden Joko Widodo, Indonesia  mengalami gejolak ekonomi yang cukup mengkhawatirkan. Selama kepemimpinan beliau yang memasuki setengah tahun lamanya, Indonesia terkena dampak dari pelemahan rupiah terhadap dollar hingga mencapai level 13.200-an atau hamper serupa dengan krisis moneter diera Presiden Soeharto yang ada di level mencapai 17.000 dengan harga rupiah saat itu. Namun semuanya hanya baru bias dikatakan sebagai perkiraan perkiraan dan asumsi masyarakat atas melemahnya dollar. Adapaun secara fakta, krisis moneter belum bisa dibuktikan. Ini ditandakan dengan masih stabilnya perekonomian nasional saat ini. Data menunjukkan bahwa Ekonomi Indonesia Masih Mampu Untuk Tumbuh Secara Moderat ditengah perlambatan pemulihan ekonomi dunia, ternyata ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh sebesar 5,01% yoy atau sedikit mengalami penurunan jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua tahun ini, yang tercatat sebesar 5,12% yoy. Konsumsi rumah tangga tercatat cukup stabil dan masih meningkat sebesar 5,4% yoy. Daya beli masyarakat masih tetap tinggi, meskipun efek belanja pemilu sudah tidak ada dan telah terjadi kenaikan harga listrik dan gas.
Kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi juga mengalami perlambatan terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas. Kegiatan investasi tercatat mengalami perlambatan sebagai akibat dari pelemahan nilai tukar Rupiah dan kebijakan moneterketat yang diterapkan oleh Bank Indonesia. Namun demikian, menurut data yang dirilis oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi penanaman modal di Indonesia masih mengalami pertumbuhan sebesar 19,3% yoy di kuartal ketiga 2014 atau meningkat dari pertumbuhan 3,2% yoy yang tercatat di kuartal kedua 2014. Realisasi penanaman modal dalam negeri naik sebesar 24,2% yoy, sedangkan realisasi penanaman modal asing naik sebesar 6,8% yoy di kuartal ketiga 2014. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 akan tetap stabil. Hanya akan mengalami kenaikan tipis dari 5,1 persen di 2014 menjadi sebesar 5,2 persen. “Pertumbuhan eknomi Indonesia diperkirakan akan cenderung stabil dan sedikit meningkat di tahun 2016 menjadi 5,5 persen,” menurut seorang ekonom Bank Dunia untuk Indonesia. Melambatnya laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia dipengaruhi oleh  melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia. Kondisi tersebut mengakibatkan investasi dan ekspor Indonesia menjadi lemah. Lemahnya ekspor berpengaruh pada kecilnya kontribusi terhadap penyempitan defisit neraca berjalan. Defisit neraca berjalan turun menjadi 6,8 miliiar dolar atau 3,1 persen dari PDB kuartal ketiga 2014 dan lebih rendah sebesar 0,8 poin presentase dari PDB dibanding laju tahun lalu. Penurunan ini secara bertahap akan terus berlangsung.
Kondisi yang sama, lanjutnya, juga terjadi pada sektor fiskal dengan pertumbuhan penerimaan tetap yang relatif lemah, sementara belanja modal terkontraksi. Pertumbuhan penerimaan pada periode Januari-Oktober 2014 10,8 persen terus berada di bawah pertumbuhan PDB nominal 11,8 persen pada kuartal 1- sampai kuartal 3 tahun 2014. Sementara pada sisi pengeluaran, laju pencairan anggaran secara keseluruhan di akhir Oktober 2014 mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya karena dorongan peningkatan belanja subsidi energi.
Adanya penyesuaian harga BBM bersubsidi akan menyebabkan peningkatan inflasi. Kendati begitu dampak terhadap inflasi diperkirakan hanya akan bersifat sementara. Pada tahun 2015 inflasi akan berada di angka 7,5 persen dan akan mengalami penurunan apabila tidak terjadi gejolak eknomi lainnya. Dari kenaikan BBM itu memang akan memunculkan inflasi, namun akan menghemat pengeluaran fiscal sebesar 100T.
Penyesuaian harga BBM bersubsidiakan memperluas ruang fiskal bagi peningkatan belanja pembangunan di sektor-sektor yang lebih penting, salah satunya di sektor kesehatan. Karena dana belanja kesehatan pemerintah hanya sekitar  1,2 persen dari PDB tahun 2012 atau sekitar 43 dolar AS per kapita relatif lebih rendah di banding negara lain. Dengan adanya penghematan anggaran dari kenaikan harga BBM tersebut Indonesia memiliki kesempatan untuk melakukan perbaikan pelayanan kesehatan.
Ditambahkan oleh Masyita Crystaliin, ekonom Bank Dunia untuk Indonesia lainnya, selain menghadapi tantangan perbaikan layanan kesehatan, pemerintahan baru saat ini juga dihadapkan pada persoalan pendapatan negara yang terus menurun hanya sedikit di atas 11 persen dari PDB. Apabila tidak dilakukan reformasi, total penerimaan PDB diproyeksikan akan semakin menurun menjadi 13,7 persen di tahun 2019. Oleh karena itu, ia menekankan pemerintah kedepan harus mengejar pendapatan negara dengan memaksimalkan pendapatan pajak. Hal itu bisa dilakukan dengan reformasi kebijakan penerimaan untuk memperluas basis pajak, menyederhanakan struktur perpajakan, rasionalisasi jenis pajak, dan secara selektif melakukan revisi sejumlah tarif pajak agar sebanding dengan tarif internasional. “Dengan fokus yang kuat pada penerimaaan oleh pemerintah yang baru akan sangat penting dalam menciptakan ruang fiskal bagi pelaksanaan program-program pembangunan,” jelasnya.
Lebih lanjut Masyita mengatakan pembelanjaan APBN yang baik dalam berbagai bidang termasuk pelayanan kesehatan, jaminan sosial, infrastruktur  diharapkan dapat menurunkan defisit fiskal tahun 2015. Disamping itu dengan adanya relokasi anggaran penghematan fiskal dari kenaikan harga BBM bersubsidi ke sektor-sektor tersebut juga diharapkan bisa mempercepat upaya pengentasan kemiskinan. Pasalnya hingga saat ini tingkat kemiskinan nasional masih berada pada angka 11, 3 persen dan diproyeksikan penurunannya akan melambat seiring melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Bahkan diperdiksikan akan tetap berada di atas delapan persen pada tahun 2018 jika tidak ada aksi bersama untuk mendukung pemerataan pertumbuhan dan memperkuat jaringan pengamanan sosial,” tandasnya.
Berbeda dengan proyeksi Bank Dunia,  ekonom UGM, Tri Yuwono, Ph.D., memperkirakan laju pertumbuhan ekomomi Indonesia cenderung mengalami penurunan secara berkelanjutan. Pertumbuhan jangka menengah akan ditentukan oleh pertumbuhan glonal yang lebih lambat dari penurunan terakhir. “Proyeksi dari Gama Leading Economic Indonesia justru menunjukkan adanya kecenderungan penurunan siklus perekonomian Indonesia masih berlanjut,” tuturnya. Kecenderungan tersebut terjadi karena aktivitas ekspor yang lebih kecil kecil dari impor. Sehingga mengakibatkan defisit pada transakasi perdagangan Indonesia.
Sementara terkait dengan adanya penyesuaian harga BBM bersubsidi, Tri Yuwono mengatakan bahwa hal tersebut tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap masyarakat miskin karena hanya mengkonsumsi BBM dalam jumlah rendah. Namun begitu, hal itu memberikan dampak susulan yang sangat memberatkan masyarakat kurang mampu akibat kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dampak dari kenaikan harga BBM. “Saya rasa pemberian program kompensasi cukup untuk melindungi masyarakat miskin secara efektif dari dampak kenaikan harga bahan pangan dan transportasi pasca kenaikan harga BBM betsubsidi,” katanya.
Denni Puspa Purba, ekonom UGM lainnya mengatakan bahwa arahan proyeksi ekonomi makro Indonesia sudah tepat. Namun pertumbuhan GDP bisa lebih rendah dari 5,2 persen. Ia juga memperkirakaan iklim investasi dan ekspor di Indonesia masih akan berjalan lambat di tahun 2015 mendatang. (Humas UGM/Ika).
Dari berbagai pendapat diatas dan fakta yang telah terjadi, maka dapat disimpulkan bahwa krisiis ekonomi pada era Kepresidenan Joko Widodo belum dapat dibuktikan, akan tetapi masih sebatas asumsi public atas kondisi yang terjadi. Namun dari fakta yang ada, krisis ekonomi kecil kemungkinan terjadi apabila pemerintah berhasil untuk mengendalikan kestabilan menguatnya nilai tukar dollar.
1.                  Inflasi
Tingkat inflasi pada November sebesar 1,5%.Itu merupakan inflasi terbesar di 2014 akibat kenaikan harga BBM subsidi. Meskipun demikian, inflasi 2014 diprediksi hanya sekitar 7,3%-8,1%. Angka tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi 2013 yaitu 8,38%. Hal itu terjadi karena data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi year-on-year November 2014 terhadap November 2013 hanya 6,23%. Jadi diperkirakan, peningkatan inflasi tidak akan bertahan lama yaitu hanya sekitar 3-6 bulan sejak kenaikan harga BBM. Pihak yang paling terkena dampak inflasi ialah orang miskin dan orang hampir miskin. Hal itu disebabkan pengeluaran keluarga miskin sekitar 67% untuk kebutuhan pangan jika dibandingkan dengan rata-rata pada umumnya hanya 49%. Jadi kalau harga pangan meningkat, kesejahteraan keluarga miskin akan turun. Karenanya pemerintah menyediakan BLT (bantuan langsung tunai) sebesar Rp 400 ribu untuk dua bulan bagi keluarga miskin.
2.                  Nilai tukar rupiah
Nilai tukar rupiah masih melemah sejak awal pekan dan kini tengah mendekati level 13.000 per dolar AS. Penguatan dolar yang kembali terjadi mengikis sentimen positif rupiah dari surplus neraca perdagangan pada Maret. Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Rabu (22/4/2015) menunjukkan nilai tukar rupiah mengalami koreksi 10 poin ke level 12.952 per dolar AS. Rupiah tampak melanjutkan pelemahannya sejak awal pekan lalu dari level 12.875 per dolar AS.Sementara itu, data valuta asing Bloomberg, mencatat nilai tukar rupiah melemah 0,25 persen ke level 12.922 per dolar AS pada perdagangan pukul 11.05 waktu Jakarta. Nilai tukar rupiah sempat melemah lebih parah hingga ke level 12.966 per dolar AS.
Masih aktif berfluktuasi, hingga pertengahan hari ini, nilai tukar rupiah masih berkutat di kisaran 12.913- 12.966 per dolar AS. Pelemahan rupiah sejak awal pekan juga dialami serentak oleh mata uang lain di Asia. Itu lantaran dolar AS yang terus menguat karena mendapatkan momentem dari peningkatan angka inflasi yang keluar dari zona negatif. “Surplus neraca perdagangan yang dicapai pada Maret belum mampu menahan penguatan rupiah untuk jangka waktu lebih panjang,” tutur ekonom PT samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta. Dia memprediksi, hari ini rupiah akan melanjutkan pelemahan, sebagian besar akibat sentimen eksternal.
3.                  Naik turun nya harga bbm di indonesia
Belakangan ini harga bbm di indonesia mengalami fruktuasi yaitu naik dan turun nya harga. Hal ini membuat masyarakat bingung.  Salah satunya, faktor dari naik turunya harga minyak dunia. Harga minyak dunia, ikut mempengaruhi harga BBM di Indonesia. Sebab, sekitar 70 persen BBM di Indonesia adalah hasil impor.
Ternyata tak hanya faktor itu saja, masih ada faktor lainnya. Menurut riset, Indonesia adalah salah negara yang boros dalam pemakaian subsidi energi, seperti penggunaan BBM. Data lain juga menyebutkan kalau sekitar 53 persen dari total subsidi BBM  sebesar 220 Triliun, dinikmati oleh pengguna mobil pribadi. Sebenarnya, subsidi itu diperuntukkan bagi transportasi umum, seperti bus kota dan angkutan umum.
Selain itu, anggaran yang dikeluarkan untuk subsidi BBM dinilai terlalu besar. Sedangkan, bidang-bidang lainnya seperti kesehatan, pembangunan infrastruktur (sekolah, rumah sakit, jalan umum, jembatan, dll), serta pendidikan, juga membutuhkan dana subsidi. Tujuannya supaya pemerataan di setiap bidang dapat terjadi. Alasan ini juga bisa mengakibatkan harga BBM naik. Saat ini harga BBM sudah normal kembali. Apapun keputusan pemerintah terkait harga BBM, semoga menjadi solusi yang tepat bagi bangsa Indonesia.
4.                  Pasar bebas ASEAN
Pasar Bebas Asean dan Pasar Bebas Asean-China yg memungkinkan intensitas lintas barang, jasa dan sumber daya manusia  semakin tinggi dan persaingan tenaga kerja menjadi sangat terbuka secara regional / internasional; dengan potensi aneka masalah, friksi dan konflik. Untuk itu kita harus mempersiapkan diri menghadapi pasar bebas tersebut dengan cara memperbaiki dan menggali lagi sumber daya manusia maupun sumber daya alam supaya dapat bersaing dengan negara asean lainnya. Permasalahan pada tahun 2014 adalah kesiapan bangsa indonesia menghadapi pasar bebas asean, Agar tidak banyak SDM indonesia yang menganggur atau kalah bersaing dengan SDM asing.
Solusi untuk menghadapi pasar bebas asean:
Ada beberapa hal yang harus mulai disiapkan oleh para pengusaha di Indonesia untuk menghadapi persaingan di tahun 2015 :
1.                  Kesiapan
2015 akan di jelang, pilihan yang ada untuk para pengusaha adalah  siap menghadapi atau tersisih dengan kompetisi yang ada. Kesiapan juga berbicara mengenai evaluasi-evaluasi terhadap kemampuan bisnis dan infrastruktur di dalamnya menghadapi persaingan dengan kompetitor.
2.                  Kecepatan
Pengusaha harus semakin cepat belajar. Cepat dalam beradaptasi dengan perkembangan zaman. Sigap dalam mengambil keputusan-keputusan strategis dalam bisnis. Cepat dalam menganalisa peluang-peluang yang ada dan mengambil celah di antara kompetitor. Jangan  terlalu cepat bersantai dan tenang-tenang karena itu akan membuat Anda ketinggalan di banding pesaing Anda, apalagi pesaing sekarang juga  bertambah dari negara-negara lain.
3.                  Kapasitas
Jika selama ini Anda hanya melayani kebutuhan-kebutuhan atau order-order kecil, maka  Anda harus mempersiapkan diri dan bisnis untuk pasar yang lebih besar. Persiapkan sistem yang terstruktur dalam bisnis untuk bisa mengakomodir peluang-peluang besar yang muncul. Buat standarisasi produk yang memungkinkan Anda memproduksi produk dalam jumlah besar.
4.         Kompetensi
Pengusaha di tahun 2015 harus siap untuk bernegosiasi ke calon pelanggan yang memiliki bahasa yang berbeda. Optimalkan kemampuan bahasa inggris Anda. Buatlah website, brosur,company profile atau kartu nama yang menggunakan bahasa Inggris, sehingga produk Anda juga bisa dikenal oleh negara lain, bahkan bisa memperluas jaringan pelanggan Anda.Tenaga penjual dan costumer service di  bisnis Anda juga harus melatih kemampuan bahasa mereka.
5.                  Kolaborasi
Perdagangan bebas di 2015 adalah tantangan kita bersama, oleh karena itu semua pihak harus berjuang bersama untuk melawan hegemoni produk-produk lintas negara yang akan memonopoli kita. Jalinlah kerjasama dengan banyak pihak. Ikuti komunitas dan perbesar sinergi, sadarkan semua orang akan hal ini sehingga semuanya bisa ikut bahu-membahu menghadapi persaingan ini.
6.                  Komitmen
Kunci dari semua hal di atas adalah adanya komitmen untuk terus mengevaluasi diri. Komitmen untuk terus meningkatkan kualitas produk dan SDM di dalamnya. Komitmen untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi, penerapan e-commerce.
Peningkatan Mutu SDM dan Prioritas Industri Padat Karya
Sudah tentu nasib tenaga kerja Indonesia, terutama kaum buruh nantinya akan terlindas oleh kebijakan MEA. Untuk itu perlu dari pemerintah memberikan solusi nyata terhadap keberlangsungan nasib tenaga kerja ini. Bagi tenaga kerja potensial dan terbilang masih belum terlambat untuk menyongsong MEA ini, peningkatan mutu SDM menjadi harga mati, ketertinggalan kita dengan negara lain seperti Singapura dan Malaysia harus segera dikejar, peningkatan skill terutama mengenai bahasa inggris yang menjadi faktor determinan nantinya dalam penyeleksian tenaga kerja oleh perusahaan asing. Pelatihan – pelatihan intensif dan pemberian sertifikasi tenaga kerja kita menjadi hal yang wajib dilakukan oleh pemerintah kita. Dan tentu yang tidak kalah penting penerapan program 12 tahun wajib belajar bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh pendidikan, terutama pendidikan murah untuk anak buruh yang merupakan bagian dari korban efek hadirnya MEA. Penerapan kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi tentu saja bukan hal yang utama dalam peningkatan mutu SDM nantinya, tetapi bagaimana implementasi sistem pendidikan dan penerapannya yang selama ini menjadi carut marut turut menjadi pekerja rumah pemerintah. Institusi pendidikan sebagai lembaga yang memproduksi SDM sampai hari ini belum mampu menciptakan SDM yang mempunyai daya saing dengan SDM di luar. Perlu ada pembenahan disetiap lini pendidikan untuk menciptakan mutu SDM Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing.
Permasalahan lain akan dihadapi oleh tenaga kerja yang saat ini menjadi tenaga kerja kasar atau buruh, sudah tentu di era MEA akan menjadi tumbal pertama bagi perusahaan yang akan menerapkan pengalihfungsian dari industri padat karya menjadi industri padat modal. Disini pemerintah sesuai dengan amanat UUD 1945 wajib melindunginya. Sudah tentu akan terjadi gelombang pengangguran yang cukup besar nantinya, apalagi mereka rata – rata tenaga setengah terampil sampai tenaga kasar. Pembukaan ruang – ruang lahan pekerjaan baru bagi para buruh ini menjadi hal yang perlu diperhatikan. Industri padat karya tidak harus mati, lewat Usaha Kecil Menengah (UKM) yang menjadi prioritas pemerintah diharapkan mampu menyerap tenaga kerja setengah terampil atau tenaga kerja kasar tadi. Peran pemerintah disini adalah memberi prioritas untuk terbentuknya UKM – UKM baru dan mempertahankan kelangsungan hidup UKM yang telah ada dalam persaingan menghadapi MEA, yang sudah tentu akan vis a vis dengan perusahaan – perusahaan asing dan besar yang akan berdatangan di Indonesia. Regulasi yang tidak berat sebelah harus menjadi kebijakan pemerintah, bukan malah menguntungkan pihak investor asing yang selama ini terjadi. Kontradiksi memang antara keinginan buruh (Kesejahteraan) dengan hadirnya MEA 2015 mendatang, MEA yang titik tekannya ada pada daya saing terutama tenaga kerja, belum mampu dijawab oleh tenaga kerja (buruh) kita sendiri, di sisi lain pemerintah pun gagal dalam proses peningkatan dan perlindungan mutu terhadap SDM Indonesia selama ini. Di momentum May Day nanti seharusnya para pekerja tidak hanya fokus terhadap 10 tuntutan yang rencananya akan di suarakan, tetapi yang lebih subtansial lagi, bagaimana serikat pekerja, pemerintah dan buruh bekerja sama dalam hal peningkatan mutu SDM para buruh yang ada saat ini, untuk mampu menjawab tantangan daya saing tenaga kerja yang menjadi keharusan di era MEA 2015 nantinya. Karena untuk mencapai harapan sejahtera bagi para buruh tidak cukup dengan upah yang tinggi, tetapi aspek – aspek lainnya seperti peningkatan mutu SDM, mampu bersaing di era MEA 2015, dan iklim investasi yang baik juga menjadi penentu sebuah kesejahteraan bagi masyarakat.








 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KRISIS

penyebab utama dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangat tajam, meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor lainnya yang berbedamenurut sisi pandang masing-masing pengamat. Berikut ini diberikan rangkuman dari berbagai faktor tersebut menurut urutan kejadiannya:
1.     Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang memadai,memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara bebas berapapun jumlahnya. Kondisi di atas dimungkinkan, karena Indonesia menganut rezim devisa bebas dengan rupiah yang konvertibel, sehingga membuka peluang yang sebesar-besarnya untuk orang bermain di pasar valas. Masyarakat bebas membuka rekening valas di dalam negeri atau di luar negeri. Valas bebas diperdagangkan di dalam negeri, sementara rupiah juga bebas diperdagangkan di pusat-pusat keuangan di luar negeri.
2.     Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah dengan kenaikan pendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lama makin kalah bersaing dengan produk impor. Nilai Rupiah yang overvalued berarti juga proteksi industri yang negatif. Akibatnya harga barang impor menjadi relatif murah dan produk dalam negeri relatif mahal, sehingga masyarakat memilih barang impor yang kualitasnya lebih baik. Akibatnya produksi dalam negeri tidak berkembang, ekspor menjadi kurang kompetitif dan impor meningkat. Nilai rupiah yang sangat overvalued ini sangat rentan terhadap serangan dan permainan spekulan, karena tidak mencerminkan nilai tukar yang nyata.
3.     Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek dan menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya ditambah sistim perbankan nasional yang lemah. Akumulasi utang swasta luar negeri yang sejak awal tahun 1990-an telah mencapai jumlah yang sangat besar, bahkan sudah jauh melampaui utang resmi pemerintah yang beberapa tahun terakhir malah sedikit berkurang (oustanding official debt). Ada tiga pihak yang krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran bersalah di sini, pemerintah, kreditur dan debitur. Kesalahan pemerintah adalah, karena telah memberi signal yang salah kepada pelaku ekonomi dengan membuat nilai rupiah terus-menerus overvalued dan suku bunga rupiah yang tinggi, sehingga pinjaman dalam rupiah menjadi relatif mahal dan pinjaman dalam mata uang asing menjadi relatif murah. Sebaliknya, tingkat bunga di dalam negeri dibiarkan tinggi untuk menahan pelarian dana ke luar negeri dan agar masyarakat mau mendepositokan dananya dalam rupiah. Jadi di sini pemerintah dihadapi dengan buah simalakama. Keadaan ini menguntungkan pengusaha selama tidak terjadi devaluasi dan ini terjadi selama bertahun-tahun sehingga memberi rasa aman dan orang terus meminjam dari luar negeri dalam jumlah yang semakin besar. Dengan demikian pengusaha hanya bereaksi atas signal yang diberikan oleh pemerintah. Selain itu pemerintah sama sekali tidak melakukan pengawasan terhadap utang-utang swasta luar negeri ini, kecuali yang berkaitan dengan proyek pemerintah dengan dibentuknya tim PKLN. Bagi debitur dalam negeri, terjadinya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar ini, di samping lebih menguntungkan, juga disebabkan suatu gejala yang dalam teori ekonomi dikenal sebagai fallacy of thinking , di mana pengusaha beramai-ramai melakukan investasi di bidang yang sama meskipun bidangnya sudah jenuh, karena masing-masing pengusaha hanya melihat dirinya sendiri saja dan tidak memperhitungkan gerakan pengusaha lainnya. Pihak kreditur luar negeri juga ikut bersalah, karena kurang hati-hati dalam memberi pinjaman dan salah mengantisipasi keadaan. Jadi sudah sewajarnya, jika kreditur luar negeri juga ikut menanggung sebagian dari kerugian yang diderita oleh debitur. Kalau masalahnya hanya menyangkut utang luar negeri pemerintah saja, meskipun masalahnya juga cukup berat karena selama bertahun-tahun telah terjadi net capital outflow yang kian lama kian membesar berupa pembayaran cicilan utang pokok dan bunga, namun masih bisa diatasi dengan pinjaman baru dan pemasukan modal luar negeri dari sumber-sumber lain. Beda dengan pinjaman swasta, pinjaman luar negeri pemerintah sifatnya jangka panjang, ada tenggang waktu pembayaran, tingkat bunganya relatif rendah, dan tiap tahunnya ada pemasukan pinjaman baru. Pada awal Mei 1998 besarnya utang luar negeri swasta dari 1.800 perusahaan diperkirakan berkisar antara US$ 63 hingga US$ 64 milyar, sementara utang pemerintah US$ 53,5 milyar. Sebagian besar dari pinjaman luar negeri swasta ini tidak di hedge. Sebagian orang Indonesia malah bisa hidup mewah dengan menikmati selisih biaya bunga antara dalam negeri dan luar negeri, misalnya yang dimaksud di sini adalah perilaku pengusaha yang bertindak atas pertimbangan dirinya sendiri tanpa mengetahui apa yang dilakukan oleh pengusaha lainnya. Misalnya pengusaha ramai-ramai mendiri-kan apotik, membuka tambak udang, membangun real estate dan kondomium. Total pembayaran cicilan utang pokok dan bunga setelah dikurangi pinjaman baru. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999 bank-bank. Maka beban pembayaran utang luar negeri beserta bunganya menjadi tambah besar yang dibarengi oleh kinerja ekspor yang melemah . Ditambah lagi dengan kemerosotan nilai tukar rupiah yang tajam yang membuat utang dalam nilai rupiah membengkak dan menyulitkan pembayaran kembalinya. Pinjaman luar negeri dan dana masyarakat yang masuk ke sistim perbankan, banyak yang dikelola secara tidak prudent, yakni disalurkan ke kegiatan grupnya sendiri dan untuk proyek-proyek pembangunan realestat dan kondomium secara berlebihan sehingga jauh melampaui daya beli masyarakat, kemudian macet dan uangnya tidak kembali. Pinjaman-pinjaman luar negeri dalam jumlah relatif besar yang dilakukan oleh sistim perbankan sebagian disalurkan ke sektor investasi yang tidak menghasilkan devisa (non-traded goods) di bidang tanah seperti pembangunan hotel, resort pariwisata, taman hiburan, taman industri, shopping malls dan realestat. Proyek-proyek besar ini umumnya tidak menghasilkan barang-barang ekspor dan mengandalkan pasar dalam negeri, maka sedikit sekali pemasukan devisa yang bisa diandalkan untuk membayar kembali utang luar negeri. Krugman melihat bahwa para financial intermediaries juga berperan di Thailand dan Korea Selatan dengan moral nekat mereka, yang menjadi penyebab utama dari krisis di Asia Timur. Mereka meminjamkan pada proyek-proyek berisiko tinggi sehingga terjadi investasi berlebihan di sektor tanah (Krugman, 1998; Greenwood). Mereka mulai mencari dollar AS untuk membayar utang jangka pendek dan membeli dollar AS untuk di hedge.
4.     Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing yang dikenal sebagai hedge funds tidak mungkin dapat dibendung dengan melepas cadangan devisa yang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena praktek margin trading, yang memungkinkan dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah besar. Dewasa ini mata uang sendiri sudah menjadi komoditi perdagangan, lepas dari sektor riil. Para spekulan ini juga meminjam dari sistim perbankan untuk memperbesar pertaruhan mereka. Itu sebabnya mengapa Bank Indonesia memutuskan untuk tidak intervensi di pasar valas karena tidak akan ada gunanya. Meskipun pada awalnya spekulan asing ikut berperan, tetapi mereka tidak bisa disalahkan sepenuhnya atas pecahnya krisis moneter ini. Sebagian dari mereka ini justru sekarang menderita kerugian, karena mereka membeli rupiah dalam jumlah cukup besar ketika kurs masih di bawah Rp. 4.000 per dollar AS dengan pengharapan ini adalah kurs tertinggi dan rupiah akan balik menguat, dan pada saat itu mereka akan menukarkan kembali rupiah dengan dollar AS . Namun pemicu adalah krisis moneter kiriman yang berawal dari Thailand antara Maret sampai Juni 1997, yang diserang terlebih dahulu oleh spekulan dan kemudian menyebar ke negara Asia lainnya termasuk Indonesia. Krisis moneter yang terjadi sudah saling kait-mengkait di kawasan Asia Timur dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya .
5.     Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar dengan pitabatas intervensi. Sistim ini menyebabkan apresiasi nyata dari nilai tukar rupiah dan mengundang tindakan spekulasi ketika sistim batas intervensi ini dihapus pada tanggal 14 Agustus 1997 tidak adanya kebijakan pemerintah yang jelas dan terperinci tentang bagaimana mengatasi krisis dan keadaan ini masih berlangsung hingga saat ini. Ketidak mampuan pemerintah menangani krisis menimbulkan krisis kepercayaan dan mengurangi kesediaan investor asing untuk memberi bantuan finansial dengan cepat .
6.     Defisit neraca berjalan yang semakin membesar, yang disebabkan karena laju peningkatan impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya pembayaran bunga pinjaman. Sebab utama adalah nilai tukar rupiah yang sangat overvalued, yang membuat harga barang-barang impor menjadi relatif murah dibandingkan dengan produk dalam negeri.
7.     Penanam modal asing portfolio yang pada awalnya membeli saham besar-besaran dimingimingi keuntungan yang besar yang ditunjang oleh perkembangan moneter yang relatif stabil kemudian mulai menarik dananya keluar dalam jumlah besar . Selisih tingkat suku bunga dalam negeri dengan luar negeri yang besar dan kemungkinan memperoleh keuntungan yang relatif besar dengan cara bermain di bursa efek, ditopang oleh tingkat devaluasi yang relatif stabil sekitar 4% per tahun sejak 1986 menyebabkan banyak modal luar negeri yang mengalir masuk. Setelah nilai tukar Rupiah tambah melemah dan terjadi krisis kepercayaan, dana modal asing terus mengalir ke luar negeri meskipun dicoba ditahan dengan tingkat bunga yang tinggi atas surat-surat berharga Indonesia. Kesalahan juga terletak pada investor luar negeri yang kurang waspada dan meremehkan resiko Krisis ini adalah krisis kepercayaan terhadap rupiah.
8.     IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana bantuan yang dijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan 50 butir kesepakatan dengan baik. Negara-negara sahabat yang menjanjikan akan membantu Indonesia juga menunda mengucurkan bantuannya menunggu signal dari IMF, padahal keadaan perekonomian Indonesia makin lama makin tambah terpuruk. Singapura yang menjanjikan US$ 5 milyar meminta pembayaran bunga yang lebih tinggi dari pinjaman IMF, sementara Brunei Darussalam yang menjanjikan  US$ 1 milyar baru akan mencairkan dananya sebagai yang terakhir setelah semua pihak lain yang berjanji akan 8 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999 membantu telah mencairkan dananya dan telah habis terpakai. IMF sendiri dinilai banyak pihak telah gagal menerapkan program reformasinya di Indonesia dan malah telah mempertajam dan memperpanjang krisis. Spekulan domestik ikut bermain . Para spekulan ini pun tidak semata-mata menggunakan dana nya sendiri, tetapi juga meminjam dana dari sistim perbankan untuk bermain. Terjadi krisis kepercayaan dan kepanikan yang menyebabkan masyarakat luas menyerbu membeli dollar AS agar nilai kekayaan tidak merosot dan malah bisa menarik keuntungan dari merosotnya nilai tukar rupiah. Terjadilah snowball effect, di mana serbuan terhadap dollar AS makin lama makin besar. Orang-orang kaya Indonesia, baik pejabat pribumi dan etnis Cina, sudah sejak tahun lalu bersiap-siap menyelamatkan harta kekayaannya ke luar negeri mengantisipasi ketidak stabilan politik dalam negeri. Sejak awal Desember 1997 hingga awal Mei 1998 telah terjadi pelarian modal besar-besaran ke luar negeri karena ketidak stabilan politik seperti isu sakitnya Presiden dan Pemilu. Kerusahan besar-besaran pada pertengahan Mei yang lalu yang ditujukan terhadap etnis Cina telah menggoyahkan kepercayaan masyarakat ini akan keamanan harta, jiwa dan martabat mereka. Padahal mereka menguasai sebagian besar modal dan kegiatan ekonomi di Indonesia dengan akibat mereka membawa keluar harta kekayaan mereka dan untuk sementara tidak melaukan investasi baru. Terdapatnya keterkaitan yang erat dengan yen Jepang, yang nilainya melemah terhadap dollar AS . Setelah Plaza-Accord tahun 1985, kurs dollar AS dan juga mata uang negara-negara Asia Timur melemah terhadap yen Jepang, karena mata uang negaranegaraAsia ini dipatok dengan dollar AS. Daya saing negara-negara Asia Timur meningkat terhadap Jepang, sehingga banyak perusahaan Jepang melakukan relokasi dan investasi dalam jumlah besar di negara-negara ini. Tahun 1995 kurs dollar AS berbalik menguat terhadap yen Jepang, sementara nilai utang dari negara-negara ini dalam dollar AS meningkat karena meminjam dalam yen, sehingga menimbulkan krisis keuangan. Di lain pihak harus diakui bahwa sektor riil sudah lama menunggu pembenahan yang mendasar, namun kelemahan ini meskipun telah terakumulasi selama bertahun-tahun masih bisa ditampung oleh masyarakat dan tidak cukup kuat untuk menjungkir-balikkan perekonomian Indonesia seperti sekarang ini. Memang terjadi dislokasi sumber-sumber ekonomi dan kegiatan mengejar rente ekonomi oleh perorangan/kelompok tertentu yang menguntungkan mereka ini dan merugikan rakyat banyak dan perusahaan-perusahaan yang efisien. Subsidi pangan oleh BULOG, monopoli di berbagai bidang, penyaluran dana yang besar untuk proyek IPTN dan mobil nasional. Timbulnya krisis berkaitan dengan Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS secara tajam, yakni sektor ekonomi luar negeri, dan kurang dipengaruhi oleh sektor riil dalam negeri, meskipun kelemahan sektor riil dalam negeri mempunyai pengaruh terhadap melemahnya nilai tukar rupiah. Membenahi sektor riil saja, tidak memecahkan permasalahan. Krisis pecah karena terdapat ketidak seimbangan antara kebutuhan akan valas dalam jangka pendek dengan jumlah devisa yang tersedia, yang menyebabkan nilai dollar AS melambung dan tidak terbendung. Sebab itu tindakan yang harus segera didahulukan untuk mengatasi krisis ekonomi ini adalah pemecahan masalah utang swasta luar negeri, membenahi kinerja perbankan nasional, mengembalikan kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap kemampuan ekonomi Indonesia, menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat yang nyata, dan tidak kalah penting adalah mengembalikan stabilitas sosial dan politik. Program Reformasi Ekonomi IMF Menurut IMF, krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia disebabkan Program Reformasi Ekonomi IMF. Menurut IMF, krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia disebabkan karena pemerintah baru meminta bantuan IMF setelah rupiah sudah sangat terdepresiasi. Strategi pemulihan IMF dalam garis besarnya adalah mengembalikan kepercayaan pada mata uang, yaitu dengan membuat mata uang itu sendiri menarik. Inti dari setiap program pemulihan ekonomi adalah restrukturisasi sektor finansial. Sementara itu pemerintah Indonesia telah enam kali memperbaharui persetujuannya dengan IMF, Second Supplementary Memorandum of Economic and Financial Policies (MEFP) tanggal 24 Juni, kemudian 29 Juli 1998, dan yang terakhir adalah review yang keempat, tanggal 16 Maret 1999.Program bantuan IMF pertama ditanda-tangani pada tanggal 31 Oktober 1997. Program reformasi ekonomi yang disarankan IMF ini mencakup empat bidang:
a.       Penyehatan sektor keuangan;
b.      Kebijakan fiskal;
c.       Kebijakan moneter
d.      Penyesuaian struktural.
Untuk menunjang program ini, IMF akan mengalokasikan stand-by credit sekitar US$ 11,3 milyar selama tiga hingga lima tahun masa program. Sejumlah US$ 3,04 milyar dicairkan segera, jumlah yang sama disediakan setelah 15 Maret 1998 bila program penyehatannya telah dijalankan sesuai persetujuan, dan sisanya akan dicairkan secara bertahap sesuai kemajuan dalam pelaksanaan program. Dari jumlah total pinjaman tersebut, Indonesia sendiri mempunyai kuota di IMF sebesar US$ 2,07 milyar yang bisa dimanfaatkan. Di samping dana bantuan IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan negara negara sahabat juga menjanjikan pemberian bantuan yang nilai totalnya mencapai lebih 10 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999 kurang US$ 37 milyar . Namun bantuan dari pihak lain ini dikaitkan dengan kesungguhan pemerintah Indonesia melaksanakan program-program yang diprasyaratkan IMF.
Sebagai perbandingan, Korea mendapat bantuan dana total sebesar US$ 57 milyar untuk jangka waktu tiga tahun, di antaranya sebesar US$ 21 milyar berasal dari IMF. Thailand hanya memperoleh dana bantuan total sebesar US$ 17,2 milyar, di antaranya US$ 4 milyar dari IMF dan masing-masing US$ 0,5 milyar berasal dari Indonesia dan Korea. Karena dalam beberapa hal program-program yang diprasyaratkan IMF oleh pihak Indonesia dirasakan berat dan tidak mungkin dilaksanakan, maka dilakukanlah negosiasi kedua yang menghasilkan persetujuan mengenai reformasi ekonomi (letter of intent) yang ditanda-tangani pada tanggal 15 Januari 1998, yang mengandung 50 butir. Saransaran IMF diharapkan akan mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan cepat dan kurs nilai tukar rupiah bisa menjadi stabil (butir 17 persetujuan IMF 15 Januari 1998). Pokok-pokok dari program IMF adalah sebagai berikut:
1)      Kebijakan makro-ekonomi
a)      Kebijakan fiskal
Yaitu kebijakan pemerintah yang dilakukan dengan cara mengubah penerimaan dan pengeluaran negara. Atau kebijakan pemerintah yang membuat perubahan dalam bidang per-pajakan (T) dan pengeluaran pemerintah (G) dengan tujuan untuk mempengaruhi pengeluaran /permintaan agregat dalam perekonomian Kebijakan ini diambil untuk menstabilkan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, mempertinggi pertumbuhan ekonomi, dan keadilan dalam pemerataan pendapatan. Caranya dengan : menambah atau mengurangi PAJAK dan SUBSIDI.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
b)      Kebijakan moneter dan nilai tukar
Kebijakan yang diambil oleh Bank Sentral untuk menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar.
Restrukturisasi sektor keuangan
– Program restrukturisasi bank
– Memperkuat aspek hukum dan pengawasan untuk perbankan
Reformasi struktural
– Perdagangan luar negeri dan investasi
– Deregulasi dan swastanisasi
– Social safety net
– Lingkungan hidup.
Setelah pelaksanaan reformasi kedua ini kembali menghadapi berbagai hambatan,maka diadakanlah negosiasi ulang yang menghasilkan supplementary memorandum pada tanggal 10 April 1998 yang terdiri atas 20 butir, 7 appendix dan satu matriks. Cakupan memorandum ini lebih luas dari kedua persetujuan sebelumnya, dan aspek baru yang masuk adalah penyelesaian utang luar negeri perusahaan swasta Indonesia. Jadwal pelaksanaan masing-masing program dirangkum dalam matriks komitmen kebijakan struktural. Strategi yang akan dilaksanakan adalah:
a)      menstabilkan rupiah pada tingkat yang sesuai dengan kekuatan ekonomi Indonesia
b)      memperkuat dan mempercepat restrukturisasi sistim perbankan;
c)      memperkuat implementasi reformasi struktural untuk membangun ekonomi yang efisien dan berdaya saing;
d)     menyusun kerangka untuk mengatasi masalah utang perusahaan swasta;
e)      kembalikan pembelanjaan perdagangan pada keadaan yang normal, sehingga ekspor bisa bangkit kembali.
Ke tujuh appendix adalah masing-masing:
1)      Kebijakan moneter dan suku bunga
2)      Pembangunan sektor perbankan
3)      Bantuan anggaran pemerintah untuk golongan lemah
4)      Reformasi BUMN dan swastanisasi
5)      Reformasi struktural
6)      Restrukturisasi utang swasta
7)      Hukum Kebangkrutan dan reformasi yuridis.
Prioritas utama dari program IMF ini adalah restrukturisasi sektor perbankan.
Pemerintah akan terus menjamin kelangsungan kredit murah bagi perusahaan kecil menengah dan koperasi dengan tambahan dana dari anggaran pemerintah (butir 16 dan 20 dari Suplemen). Awal Mei 1998 telah dilakukan pencairan kedua sebesar US$ 989,4 juta dan jumlah yang sama akan dicairkan lagi berturut-turut awal bulan Juni dan awal bulan Juli,bila pemerintah dengan konsekuen melaksanakan program IMF. Sementara itu Menko Ekuin/Kepala Bappenas menegaskan bahwa “Dana IMF dan sebagainya memang tidak kita gunakan untuk intervensi, tetapi untuk mendukung neraca pembayaran serta memberi rasa aman, rasa tenteram, dan rasa kepercayaan terhadap perekonomian bahwa kita memiliki cukup devisa untuk mengimpor dan memenuhi kewajiban-kewajiban luar negeri”.
Pencairan berikutnya sebesar US$ 1 milyar yang dijadwalkan awal bulan Juni baru akan terlaksana awal bulan September ini. Kritik Terhadap IMF Banyak kritik yang dilontarkan oleh berbagai pihak ke alamat IMF dalam hal menangani krisis moneter di Asia, yang paling umum adalah bahwa: (1) program IMF terlalu seragam, padahal masalah yang dihadapi tiap negara tidak seluruhnya sama  (2) program IMF terlalu banyak mencampuri kedaulatan negara yang dibantu . Radelet dan Sachs secara gamblang mentakan bahwa bantuan IMF kepada tiga negara Asia (Thailand, Korea dan Indonesia) telah gagal. Setelah melihat program penyelematan IMF di ketiga negara tersebut, timbul kesan yang kuat bahwa IMF sesungguhnya tidak menguasai permasalahan dari timbulnya krisis, sehingga tidak bisa keluar dengan program penyelamatan yang tepat.
Salah satu pemecahan standar IMF adalah menuntut adanya surplus dalam anggaran belanja negara, padahal dalam hal Indonesia anggaran belanja negara sampai dengan tahun anggaran 1996/1997 hampir selalu surplus, meskipun surplus 12 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999 ini ditutup oleh bantuan luar negeri resmi pemerintah. Adalah kebijakan dari Orde Baru untuk menjaga keseimbangan dalam anggaran belanja negara, dan prinsip ini terus dipegang. Selama ini tidak ada pencetakan uang secara besar-besaran untuk menutup anggaran belanja negara yang defisit, dan tidak ada tingkat inflasi yang melebihi 10%. Memang dalam anggaran belanja negara tahun 1998/1999 terdapat defisit anggaran yang besar, namun ini bukan disebabkan karena kebijakan deficit financing dari pemerintah, tetapi oleh karena nilai tukar rupiah yang terpuruk terhadap dollar AS.
Semakin jatuh nilai tukar rupiah, semakin besar defisit yang terjadi dalam anggaran belanja. Karena itu pemecahan utamanya adalah bagaimana mengembalikan nilai tukar rupiah ke tingkat yang wajar. J. Stiglitz, pemimpin ekonom Bank Dunia, mengkritik bahwa prakondisi IMF yang teramat ketat terhadap negara-negara Asia di tengah krisis yang berkepanjangan berpotensi menyebabkan resesi yang berkepanjangan. Kemudian berlakunya praktek apa yang dinamakan “konsensus Washington”, yaitu negara pengutang lazimnya harus mendapatkan restu pendanaan dari pemerintah AS, yang pada dasarnya hanya memperluas kesempatan ekonomi AS. (Kompas, 13 Mei 1998). Kabar terakhir menyebutkan bahwa pencairan bantuan tahap ketiga awal Juni akan tertunda lagi atas desakan pemerintah AS yang dikaitkan dengan perkembangan reformasi politik di Indonesia, dan ini akan menunda cairnya bantuan dari sumber-sumber lain . Anwar Nasution mengkritik bahwa reformasi ekonomi yang disarankan IMF bentuknya masih samar-samar.
Tidak ada penjelasan rinci, bagaimana caranya untuk meningkatkan penerimaan pemerintah dan mengurangi pengeluaran pemerintah untuk mencapai sasaran surplus anggaran sebesar 1% dari PDB dalam tahun fiskal 1998/99, dan bagaimana ingin dicapai sasaran pertumbuhan ekonomi sebesar 3%. Harapan satu-satunya adalah peningkatan ekspor non-migas, namun kelemahan utama dari IMF adalah tidak ada program yang jelas untuk meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya produksi untuk mendorong ekspor non-migas. Penasehat khusus IMF untuk Indonesia  sendiri juga dikutip sebagai mengatakan bahwa “IMF kerap menerapkan standar ganda dalam pengambilan keputusan. Di satu pihak, perwakilan IMF mewakili negara dan pemerintahan dengan kebijakan dan visi politik masing-masing, sementara keputusan yang diambil harus mengacu pada fakta konkret ekonomi. Karenanya, ada saja peluang bahwa tudingan atas pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia yang makin marak belakangan ini, menjadi hal yang disoroti Dewan Direktur IMF dalam pengambilan keputusannya pekan depan”. Demikian pun halnya dengan Bank Dunia. (Kompas, 2 Mei 1998).
Sri Mulyani mengemukakan, bahwa di bidang kebijaksanaan makro IMF tidak memperlihatkan adanya konsistensi antarinstrumen kebijaksanaan. Di satu pihak IMF Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran memberikan kelenturan dengan mengizinkan dipertahankannya subsidi dan menyediakandana untuk menciptakan jaringan keselamatan sosial, sedang di lain pihak menganut kebijaksanaan moneter yang kontraktif. Kedua kebijaksanaan ini bisa memandulkan efektivitas kebijaksanaan makro, terutama dalam rangka stabilitas nilai tukar dan inflasi. “Secara makro ancaman kegagalan terbesar kesepakatan ketiga ini berasal dari kebijaksanaan moneter yang masih ambivalen, karena keharusan BI melakukan fungsilender of last resort bagi perbankan nasional, yang bertentangan dengan tema pengetatan, juga ketidak sejalanan kebijaksanaan moneter dan fiskal”.
Saran IMF menutup sejumlah bank yang bermasalah untuk menyehatkan sistim perbankan Indonesia pada dasarnya adalah tepat, karena cara pengelolaan bank yang amburadul dan tidak mengikuti peraturan, namun dampak psikologisnya dari tindakan ini tidak diperhitungkan. Masyarakat kehilangan kepercayaan kepada otoritas moneter, Bank Indonesia dan perbankan nasional, sehingga memperparah keadaan dan masyarakat beramai-ramai memindahkan dananya dalam jumlah besar ke bank-bank asing dan pemerintah atau ditaruh di rumah, yang menimbulkan krisis likuiditas perbankan nasional yang gawat. Hal ini juga diakui oleh IMF . Pertanyaan mendasar yang harus ditujukan kepada IMF menurut penulis adalah sejauh mana IMF bersungguh-sungguh dalam hal membantu mengatasi krisis ekonomi yang sedang melanda Indonesia dewasa ini? Apakah sama seperti kesungguhan Amerika Serikat ketika membantu Meksiko bersama-sama dengan IMF dan negara-negara maju lainnya yang berhasil menggalang sebesar hampir US$ 48 milyar Januari 1995? Setelah mencapai titik terendah tahun 1995, perekonomian Meksiko dengan cepat pada tahun 1996 dapat bangkit kembali.
Rencana IMF untuk mencairkan bantuannya secara bertahap dalam jarak waktu yang cukup jauh menunjukkan bahwa IMF menekan Indonesia untuk menjalankan programnya secara ketat dan membiarkan keadaan ekonomi Indonesia terus merosot menuju resesi yang berkepanjangan. Dengan menahan pencairan bantuan tahap kedua dan setelah diundur, hanya dicicil US$ 1 milyar dari jumlah US$ 3 milyar, ditambah jarak yang cukup lama antara paket bantuan pertama dan kedua, menyulitkan pemulihan ekonomi Indonesia secara cepat, menghilangkan kepercayaan terhadap rupiah, bahkan memperparah keadaan. Karena badan internasional lain dan negara-negara sahabat yang menjanjikan bantuan juga menunggu signal dari IMF, berhubung semua bantuan tambahan yang besarnya mencapai US$ 27 milyar dikaitkan dengan cairnya bantuan IMF.
Di lain pihak, kita juga perlu berterima kasih kepada IMF karena dengan menunda mencairkan bantuannya, IMF sedikit banyak mempunyai andil dalam perjuangan menggulirkan tuntutan reformasi politik, ekonomi dan hukum di Indonesia yang pada akhirnya bermuara pada mundurnya Presiden Soeharto. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999 Saran IMF untuk menstabilkan nilai tukar adalah dengan menerapkan kebijakan uang ketat, menaikkan suku bunga dan mengembalikan kepercayaan terhadap kebijakan ekonomi,dari waktu ke waktu mengadakan intervensi terbatas di pasar valas dengan petunjuk IMF. Sayangnyatidak ada program khusus yang secara langsung ditujukan untuk menguatkan kembali nilai tukar rupiah, juga tidak ada Appendix untuk masalah ini. IMF tidak memecahkan permasalahan yang utama dan yang paling mendesak secara langsung.
IMF bisa saja terlebih dahulu mengambil kebijakan memprioritaskan stabilisasi nilai tukar rupiah, kalau mau, dengan mencairkan dana bantuan yang relatif besar pada bulan November lalu, yang didukung oleh bantuan dana dari World Bank, Asian Development Bank dan negara-negara sahabat. Dengan demikian timbulnya krisis kepercayaan yang berkepanjangan dapat dicegah. IMF sendiri tampaknya tidak tahu apa yang harus dilakukannya dan berputarputar pada kebijakan surplus anggaran, uang ketat, tingkat bunga tinggi, pembenahan sektor riil yang memang perlu dan sudah sangat mendesak, dan titipan-titipan khusus dari negaranegaramaju yaitu membuka peluang investasi yang seluas-luasnya bagi mereka dengan menggunakan kesempatan dalam kesempitan Indonesia.Di lain pihak memang harus diakui bahwa tekanan ini perlu untuk memastikankesungguhan Indonesia, karena untuk beberapa tindakan memang ada tanda-tandakekurang sungguhan di pihak Indonesia.
Tidak adanya program dari IMF yang jelas dan berjangka pendek untuk mengembalikan nilai tukar rupiah ke tingkat yang wajar dan menstabilkannya membuat pemerintah cukup lama terombang-ambing antara memilih program IMF atau currency board system, yang justru menjanjikan kepastian dan kestabilan nilai tukar pada tingkat yang wajar. Krisis ekonomi yang tengah berlangsung ini memang bukan tanggung-jawab IMF dan tidak bisa dipecahkan oleh IMF sendiri. Namun kekurangan yang paling utama dari IMF adalah bahwa IMF dalam program bantuannya tidak mencari pemecahan terhadap masalah yang pokok dan sangat mendesak ini dan berputar-putar pada reformasi struktural yang dampaknya jangka panjang. Bila semua kekuatan bantuan ini dikumpulkan sekaligus secara dini, maka hal ini dengan cepat akan memulihkan kembali kepercayaan masyarakat dalam negeri dan internasional. Namun bantuan dana IMF dan ketergantungan harapan
pada IMF ini disalahgunakan untuk menekan pemerintah Indonesia untuk melaksanakan reformasi struktural secara besar-besaran. Ibaratnya orang yang sudah hampir tenggelam diombang-ambing ombak laut tidak segera ditolong dengan dilempari pelampung, tapi disuruh belajar berenang dahulu. Reformasi struktural sebagaimana yang dianjurkan oleh IMF memang mendasar dan penting, tetapi dampak hasilnya baru bisa dirasakan dalam jangka panjang, sementara pemecahan masalahnya sudah sangat mendesak, di mana makin ditunda makin banyak Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran perusahaan yang jatuh bergelimpangan. Banyak perusahaan yang mengandalkan pasaran dalam negeri tidak bisa menjual barang hasil produksinya karena perusahaan-perusahaan ini umumnya memiliki kandungan impor yang tinggi dan harga jualnya menjadi tidak terjangkau dengan semakin jatuhnya nilai tukar rupiah. Jadi, utang luar negeri swasta dan nilai tukar rupiah yang merosot jauh dari nilai riilnya adalah masalah-masalah dasar jangka pendek, yang lama tidak disinggung oleh IMF.
Di sini timbul keragu-raguan akan kemurnian kebijakan reformasi IMF, sehingga timbul teka-teki, apakah IMF benar-benar tidak melihat inti permasalahannya atau berpura-pura tidak tahu? Atau IMF mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk memaksakan perubahan-perubahan yang sudah lama menjadi duri di matanya dan bagi Bank Dunia serta mewakili kepentingan-kepentingan asing? Tampaknya di balik anjuran program pemulihan kegiatan ekonomi ada titipan-titipan politik dan ekonomi dari negara-negara besar tertentu. Program reformasi IMF secara mencurigakan mengulang kembali tuntutan-tuntutan deregulasi ekonomi yang sudah sejak bertahun-tahun didengungkan oleh Bank Dunia dan belum sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Permintaan IMF untuk menghentikan dengan segera perlakuan pembebasan pajak dan kemudahan kredit untuk proyek mobil nasional dan IPTN adalah tepat, karena dalam jangka pendek proyek ini akan mengacaukan kebijakan pemerintah di bidang fiskal, anggaran dan moneter secara berarti. Juga saran IMF untuk menghapuskan subsidi BBM dan listrik yang kian membesar secara bertahap dalam jangka waktu tiga tahun sudah benar.
Subsidi listrik relatif lebih mudah untuk dihapuskan, yakni melalui subsidi silang sehingga masyarakat berpenghasilan rendah tetap dikenakan tarif listrik yang murah dan melalui peningkatan efisiensi, misalnya penagihan yang lebih efektif. Namun penurunan subsidi BBM dan listrik oleh pemerintah secara drastis dan mendadak pada tanggal 4 Mei1998 yang lalu mempunyai dampak yang sangat luas terhadap perekonomian rakyat kecil,meskipun kepentingan rakyat kecil sangat diperhatikan dengan adanya jaringan keselamatan sosial. Tindakan drastis ini sedikit-banyak telah membantu memicu terjadinya kerusuhan-kerusuhan sosial dan politik. Yang menjadi pertanyaan di sini adalah, apakah pemerintah tidak bisa menunda kenaikan BBM dan listrik untuk beberapa bulan, menunggu keresahan masyarakat reda? Di sini pemerintah salah membaca isi dari kesepakatan dengan IMF, karena IMF menganjurkan penghapusan subsidi secara bertahap dan tidak secara mendadak.
Dalam suplemen program IMF April 1998 disebutkan bahwa subsidi masih bisa diberikan kepada beberapa jenis barang yang banyak dikonsumsi oleh penduduk berpenghasilan rendah seperti bahan makanan, BBM dan listrik. Dalam situasi sekarang hampir tidak ada peluang untuk meningkatkan pajak. Baru pada tanggal 1 Oktober 1998 direncanakan subsidi akan diturunkan secara berarti. Subsidi untuk bahan pangan, BBM dan listrik sudah diperhitungkan dan dinaikkan dalam anggaran pemerintah . Membengkaknya subsidi ini disebabkan  Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999 oleh beberapa faktor, seperti kinerja yang kurang efisien, tagihan listrik dalam jumlah besar yang tidak dibayar, tetapi sebab utama karena merosotnya nilai tukar rupiah. Jadi tindakan yang pokok adalah pertama mengembalikan dulu nilai rupiah ke tingkat yang wajar dan dari sini baru menghitung besarnya subsidi.
Tidak bisa biaya produksi dihitung atas dasar nilai tukar dengan dollar AS yang masih relatif tinggi lalu dibebankan kepada konsumen, sementara pendapatan masyarakat adalah dalam rupiah yang tidak berubah sejak sebelum terjadinya krisis moneter, kalau tidak menurun dan banyaknya PHK. Keadaan ini tidak sebanding, kita harus melihat sebab-sebab lain di balik kenaikan biaya produksi. Halnya akan lain, bila pendapatan masyarakat dalam rupiah juga ikut naik dua atau tiga kali lipat sesuai dengan kenaikan nilai tukar dollar AS, seperti orang asing yang tinggal di Indonesia misalnya.
Dalam kaitan ini perlu dipertanyakan, siapa yang menjadi penyebab dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini, sehingga nilai tukar valas naik sangat tinggi dan siapa yang menarik keuntungan dari krisis ini? Janganlah rakyat banyak diminta untuk berkorban mengatasi krisis ini atau membebankan di atas penderitaan rakyat dengan misalnya menaikkan harga BBM dan tarif listrik. Di antara saran-saran IMF juga ada yang mengenai perluasan penyertaan modal asing dalam kegiatan ekonomi Indonesia yang terlalu jauh. Modal asing sudah diberi peluang yang cukup besar untuk investasi di Indonesia dengan diperbolehkannya kepemilikan hingga 100% baik untuk pendirian PMA, bank asing maupun penguasaan saham dari perusahaan-perusahaan yang telah go public, kecuali saham bank nasional yang go public.
Meskipun demikian IMF masih meminta dihapuskannya larangan membuka cabang bagi bank asing, izin investasi di bidang perdagangan besar dan eceran, dan liberalisasai perdagangan yang jauh lebih liberal dari komitmen resmi pemerintah di forum WTO, AFTA dan APEC. Masalahnya bukan sentimen nasionalisme, tetapi apa sumbangan dari keterbukaan ini terhadap restrukturisasi ekonomi dari program IMF, stabilisasi ekonomi dan moneter, dan apa sumbangannya terhadap pemasukan modal asing? Bukan masalah anti asing atau sentimen nasionalisme yang sempit, tetapi apa salahnya bila pemerintah menyisakan bidang kegiatan untuk pengusaha Indonesia, terutama yang bermodal kecil?Apa permintaan IMF ini tidak terlalu jauh? Kedengarannya seperti IMF menerima titipan pesan sponsor dari negara-negara besar yang ingin memaksakan kepentingannya dengan menggunakan kesempatan dalam kesempitan.
Saran IMF lainnya yang disisipkan dalam persetujuan dan tidak ada kaitannya dengan program stabilisasi ekonomi dan moneter adalah desakannya untuk menyusun Undang-Undang Lingkungan Hidup yang baru . Ikut campurnya IMF dalam penyelesaian utang swasta adalah sangat baik, karena IMF sebagai lembaga yang disegani bisa banyak membantu memulihkan kepercayaan kreditor Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran luar negeri, yang akan memperlancar dan mempercepat proses penyelesaian utang. IMF bisa bertindak sebagai perantara yang netral dan dipercaya.

D.    DAMPAK TERJADINYA KRISIS EKONOMI GLOBAL BAGI INDONESIA
Krisis ekonomi yang sedang dialami oleh beberapa negara besar di dunia diantaranya AS secara tidak langsung mempengaruhi perekonomian di Indonesia.Maka dari itu pemerintah harus waspada dan antisipatif, karena resesi ekonomi AS kemungkinan semakin parah sehingga bisa berdampak hebat terhadap kehidupan ekonomi di dalam negeri. Krisis ekonomi global bisa diumpamakan sebagai deretan kartu domino yang diatur sejajar,jika pemain utamanya terjatuh maka akan membawa dampak buruk terhadap yang lainnya (efek domino). Celakanya, kalau negara-negara berkembang yang terkena krisis ekonomi, lembaga-lembaga keuangan internasional cenderung lepas tangan. Akibatnya, krisis yang terjadi bisa sangat parah dan potensial mengimbas ke wilayah lain.
Warung-warung di pelosok Jakarta kini bertumbangan ke jurang kebangkrutan. Itu sebagai bukti bahwa rakyat kebanyakan sudah tak berbelanja lagi. Sementara lapisan atas justru berbelanja keperluan sehari-hari ke pasar-pasar modern milik pengusaha besar. Ini menyebabkan kefailitan raksasa bagi dunia bisnis. Saat ini dampak resesi ekonomi global yang paling dirasakan adalah pada masyarakat menengah ke atas, terlebih mereka yang bermain saham, valuta asing dan investasi emas. Dari pantauan media di sejumlah pasar di tanah air, sejak BEJ (Bursa Efek Jakarta) melakukan suspend pada Jum’at (10/10/11) , harga bahan-bahan pangan mulai merangkak naik. Jika sudah begini, masyarakat bawah yang paling merasakan dampaknya.
Selain itu, kenaikan harga bahan baku di sektor properti akibat pengaruh krisis ekonomi global, sangat mungkin terjadi. Seperti di kutip dari Antara.co.id, Wakil Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah, Adib Adjiputra, di Solo, beberapa waktu lalu mengatakan, harga bahan baku yang diproduksi di dalam negeri maupun luar negeri, berpotensi terpengaruh oleh krisis ekonomi ini. Harga bahan baku seperti besi, keramik, semen dan sejumlah aksesori rumah lainnya yang berasal dari industri manufaktur, kata dia, sangat rentan mengalami kenaikan.
Kenaikan bahan baku akibat dampak krisis ekonomi ini akan semakin menyulitkan sektor properti, setelah sebelumnya juga diterpa kenaikan harga bahan baku akibat kenaikan bahan bakar minyak (BBM).
Selain memberi dampak negatif, krisis ekonomi juga membawa dampak positif. Secara umum impor barang, termasuk impor buah menurun tajam, perjalanan ke luar negeri dan pengiriman anak sekolah ke luar negeri,kebalikannya arus masuk turis asing akan lebih besar, meningkatkan ekspor khususnya di bidang pertanian, proteksi industri dalam negeri meningkat, dan adanya perbaikan dalam neraca berjalan. Krisis ekonomi juga menciptakan suatu peluang besar bagi Unit Kecil Menengah (UKM) dan Industri Skala Kecil (ISK), yakni pertumbuhan jumlah unit usaha,jumlah pekerja atau pengusaha, munculnya tawaran dari IMB untuk melakukan mitra usaha dengan ISK, peningkatan ekspor, dan peningkatan pendapatan untuk kelompok menengah ke bawah.Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari jatuhnya nilai tukar rupiah masih lebih besar dari dampak positifnya
Sejak bulan Juli 1997, Indonesia mulai terkena imbas krisis moneter yang menimpa dunia khususnya Asia Tenggara. Struktur ekonomi nasional Indonesia saat itu masih lemah untuk mampu menghadapi krisis global tersebut. Dampak negatif yang ditimbulkan antara lain:
1)         Kurs rupiah terhadap dollar AS melemah pada tanggal 1 Agustus 1997, pemerintah melikuidasi 16 bank bermasalah pada akhir tahun 1997,  pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang mengawasi 40 bank bermasalah lainnya dan mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk membantu bank-bank bermasalah tersebut. Namun kenyataannya terjadi manipulasi besar-besaran terhadap dana KLBI yang murah tersebut.
2)         Dampak negatif lainnya adalah kepercayaan internasional terhadap Indonesia menurun, perusahaan milik Negara dan swasta banyak yang tidak dapat membayar utang luar negeri yang akan dan telah jatuh tempo.
3)         Pengangguran, dimana angka pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat karena banyak perusahaan yang melakukan efisiensi atau menghentikan kegiatannya.
4)         Laju inflasi yang tinggi, angka kemiskinan meningkat dan persediaan  barang nasional, khususnya Sembilan bahan pokok di pasaran mulai 9 menipis pada akhir tahun 1997. Akibatnya, harga-harga barang naik tidak terkendali dan berarti biaya hidup semakin tinggi. Biaya-biaya sosial : a) kerusuhan di mana-mana sejak black May 1998, b)  banyak orang kekurangan gizi, c) anak putus sekilah meingkat, d) kriminalitas makin tinggi.

E.     BEBERAPA SOLUSI MENGATASI KRISIS EKONOMI GLOBAL OLEH PEMERINTAH
Presiden menegaskan langkah yang harus ditempuh semua pihak untuk menghadapi krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat (AS), sehingga tidak berdampak buruk terhadap pembangunan nasional.
1)         Presiden mengajak semua pihak dalam menghadapi krisis global harus terus memupuk rasa optimisme dan saling bekerjasama sehingga bisa tetap menjagar kepercayaan masyarakat.
2)         Pertumbuhan ekonomi sebesar enam persen harus terus dipertahankan antara lain dengan terus mencari peluang ekspor dan investasi serta mengembangkan perekonomian domestik.
3)         Optimalisasi APBN 2009 untuk terus memacu pertumbuhan dengan tetap memperhatikan `social safety net` dengan sejumlah hal yang harus diperhatikan yaitu infrastruktur, alokasi penanganan kemiskinan, ketersediaan listrik serta pangan dan BBM.Untuk itu perlu dilakukan efisiensi penggunaan anggaran APBN maupun APBD khususnya untuk peruntukan konsumtif.
4)         Ajakan pada kalangan dunia usaha untuk tetap mendorong sektor riil dapat bergerak. Bila itu dapat dilakukan maka pajak dan penerimaan negara bisa terjaga dan juga tenaga kerja dapat terjaga. Sementara Bank Indonesia dan perbankan nasional harus membangun sistem agar kredit bisa mendorong sektor riil. Di samping itu, masih menurut Kepala Negara, pemerintah akan menjalankan kewajibannya untuk memberikan insentif dan kemudahan secara proporsional.
5)         Semua pihak lebih kreatif menangkap peluang di masa krisis antara lain dengan mengembangkan pasar di negara-negara tetangga di kawasan Asia yang tidak secara langsung terkena pengaruh krisis keuangan AS.
6)         Menggalakkan kembali penggunaan produk dalam negeri sehingga pasar domestik akan bertambah kuat.
7)         Perlunya penguatan kerjasama lintas sektor antara pemerintah, Bank Indonesia, dunia perbankan serta sektor swasta.
8)         Semua kalangan diharapkan untuk menghindari sikap ego-sentris dan memandang remeh masalah yang dihadapi.
9)         Mengingat tahun 2009 merupakan tahun politik dan tahun pemilu, kaitannya dengan upaya menghadapi krisis keuangan AS adalah memiliki pandangan politik yang non partisan, serta mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan golongan maupun pribadi termasuk dalam kebijakan-kebijakan politik.
10)     Presiden meminta semua pihak melakukan komunikasi yang tepat dan baik pada masyarakat. Tak hanya pemerintah dan kalangan pengusaha, serta perbankan, Kepala Negara juga memandang peran pers dalam hal ini sangat penting karena memiliki akses informasi pada masyarakat.
11)     mengurangi dampak negatif krisis terhadap masyarakat berpendapatan rendah dan rentan
12)     pemulihan pembangunan ke jalur yang baik
13)     menekan laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing (kebijakan ekonomi makro)
14)     mengangkat kembali sektor-sektor usaha kecil – menegah masyarakat (pelaku usaha) dengan mekanisme pemberian pinjaman dana dengan prioritas bunga yang rendah. (kebijakan ekonomi mikro)
15)     Menunda proyek-proyek dan kegiatan pembangunan yang belum mendesak
16)     Memperluas, penciptaan kerja dan kesempatan kerja bagi mereka yang kehilangan pekerjaan, yang dikaitkan dengan peningkatan produksi bahan makanan serta perbaikan dan pemeliharaan prasarana ekonomi, misalnya jalan, irigasi,
17)     Memperbaiki sistem distribusi agar berfungsi secara penuh dan efisien yang sekaligus meningkatkan peranan pengusaha kecil, menengah dan koeperasi
18)              Kebijakan anti-kemiskinan di Indonesia terefleksi dari besarnya pengeluaran dalam APBN untuk membiayai program pemberantasan kemiskinan. Sebagai ilustrasi empiris, antara tahun fiskal 1994/1995 hingga 2000, pengeluaran pemerintah untuk program-program tersebut mengalami peningkatan dari Rp. 0,43 triliun menjadi Rp. 10,35 triliun, atau dari 0,11 persen menjadi 1,05 persen dari PDB. Seperti yang dilihat Tabel 5.13, pengeluaran untuk memberantas kemiskinan diberikan dalam dua bentuk, (a) yakni dalam bentuk uang (kas), subsidi beras, pelayanan kesehatan, dan gizi serta pendidikan. (b) penciptaan kesempatan kerja (termasuk pembangunan infrastruktur dan pemberian kredit).[2][2]     
Tabel 5.13 Pengeluaran Pemerintah untuk Pemberantasan Kemiskinan, sebagai Suatu Persentase dan Pengeluaran Total Pemerintah dari  Pemerintah Pusat 1994/1995-2000.
Bentuk Pengeluaran
94/95
95/96
96/97
97/98
98/99
99/00
2000
Transfer Kas






0,11
Keuntungan dalam bentuk


0,49
0,69
5,73
5,14
2,96
Subsdi beras (Operasi Pasar Khusus; OPK)




3,70
3,14
1,22
Pelayanan Kesehatan


0,16
0,34
0,97
1,16
0,99
Pendidikan


0,33
0,36
1,06
0,84
0,75
Pencipta Kesempatan Kerja
0,61
1,37
1,21
1,27
3,94
1,87
2,58
Inpres Desa Tertinggal (IDT)
0,59
0,61
0,53
0,13



Program Pengembangan Kecamatan




0,22
0,33
0,29
Program Pengentasan Kemiskinan di kota





0,04
0,28
Program Pemberdayaan Daerah mengatasi krisis ekonomi (skim kredit perdesaan)




1,16
0,40
0,24
Infrastuktur Perkotaan & Perdesaan.

0,33
0,26
0,61
0,61
0,51
0,43
Padat Karya




0,01

0,22
Skim-skim pinjaman
0,02
0,43
0,53
0,53
0,46
0,48
0,92
Lainnya




0,49
0,12
0,20
Total
0,61
1,37
1,70
1,96
9,67
7,01
5,65
Total Program Anti-Kemiskinan







-       Nilai (Rp. triliun)
0,43
1,07
1,54
1,98
14,24
13,95
10,35
-       Dari PDB
0,11
0,23
0,28
0,29
1,39
1,23
1,05



F.     Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Krisis Keuangan

Menarik untuk menanyakan apakah krisis-krisis seperti itu dapat terjadi lagi di Indonesia di masa yang akan datang. Kemungkinannya kecil. Pertama, perlu ditekankan bahwa krisis keuangan Asia paling buruk melanda Indonesia dibandingkan semua negara lain yang terkena dampaknya karena yang terjadi di Indonesia tidak hanya krisis ekonomi. Awalnya yang terjadi adalah krisis ekonomi namun berkembang dan akhirnya diperparah menjadi krisis politik dan sosial yang sangat buruk di mana pemerintah tidak bersedia untuk melaksanakan reformasi ekonomi yang sangat dibutuhkan melainkan justru berusaha untuk melindungi kekuasaan mereka. Mengingat bahwa iklim politik yang tertib dan kondusif sangat penting untuk membangun kepercayaan investor, ketidakpastian dan ketegangan dalam perpolitikan di Indonesia membuat banyak investor pergi. Demikian juga setelah Suharto jatuh, ketidakpastian politik membuat banyak investor (asing dan domestik) untuk tidak atau belum masuk kembali ke pasar Indonesia. Akan tetapi saat ini, Indonesia sedang menuju demokrasi yang benar, meskipun ini adalah suatu proses yang juga disertai dengan berbagai hambatan. Pemerintahan otoriter yang pernah berkuasa selama beberapa decade telah mematikan aktivitas politik masyarakat dan lembaga-lembaga politik hingga batas-batas tertentu. Butuh waktu sebelum negara ini dapat meninggalkan sebutan negara 'demokrasi cacat’ ('flawed democracy') yang diukur oleh Unit Kecerdasan Ahli Ekonomi untuk Indeks Demokrasinya. Akan tetapi pemilihan umum yang adil dan bebas memberikan kepastikan bahwa ada dukungan yang lebih besar bagi pemerintah selama periode Reformasi dibandingkan masa sebelumnya. Keputusan untuk memilih presiden secara langsung oleh rakyat merupakan salah satu yang penting secara psikologis. Meskipun demikian, perlu digarisbawahi bahwa iklim politik di Indonesia lebih rapuh (kurang stabil) dibandingkan dengan demokrasi yang sudah lama dibangun karena banyak kelompok (yang visinya berbeda) mencoba membangun posisi mereka pada demokrasi yang masih mentah. Laporan lebih lengkap tentang topik ini silakan kunjungi bagian Reformasi kami.
Faktor penting lainya yang sangat memperburuk krisis keuangan di Indonesia adalah sektor keuangan Indonesia yang sudah dalam keadaan yang sangat buruk sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh budaya patronase dan korupsi yang tidak memiliki model pengawasan yang baik. Bahkan Bank Indonesia tidak tahu tentang arus uang (sehingga menyebabkan timbulnya utang swasta jangka pendek yang sangat besar) yang masuk ke Indonesia dan menyebabkan terjadinya 'ekonomi gelembung' ('bubble economy'). Budaya patronase dan korupsi ini (serta kurangnya kepastian hukum) amat sangat menghambat fungsi ekonomi yang efisien dan merupakan bom waktu yang bisa meledak setiap saat. Namun setelah krisis berakhir, pemerintah-pemerintah Indonesia berikutnya telah membuat langkah-langkah keuangan yang bijak untuk memastikan agar krisis serupa tidak terjadi kembali. Pengawasan terhadap likuiditas sektor perbankan sekarang ketat dan transparan, 'uang panas' ('hot money') ditangani secara lebih hati-hati (misalnya dengan membatasi utang jangka pendek), dan rasio utang pemerintah terhadap PDB lebih rendah (sekitar 25 persen dan menunjukkan tren menurun) dibandingkan kebanyakan negara-negara ekonomi maju. Pada saat krisis tahun 2008 melanda, Indonesia terkena kembali arus keluar kapital yang besar namun mampu menjamin ekonomi yang stabil karena fundamental ekonomi yang baik. Bahkan selama krisis 2008-2009 Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang kuat dengan pertumbuhan PDB sebesar 4.6 persen terutama didukung oleh konsumsi domestik.
Akan tetapi skandal-skandal korupsi di Indonesia masih tetap lanjut mengisi halaman surat kabar hampir setiap hari. Korupsi dan pengelompokan modal pada sekelompok elit kecil masih menjadi masalah serius di negeri ini dan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yang efisien, baik dan adil. Terutama korupsi politik menyebar luas dan sering kali digunakan untuk mencari keuntungan dalam sektor bisnis nasional.



















BAB III
PENUTUP

A.                KESIMPULAN

Krisis moneter yang terjadi di Indonesia berawal dari krisis finansial yang terjadi di Thailand pada pertengahan 1997.  Sebelumnya Indonesia terlihat jauh dari krisis tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relative rendah, neraca pembayaran secara keseluruahan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran floating bebas. Rupiah merosot tajam dari rata-rata Rp 2,450 per dollar AS Juni 1997 menjadi Rp 13,513 akhir Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat kembali menjadi sekitar Rp 8,000 awal Mei 1999.
Krisis Moneter 1997/1998 tidak semata-mata krisis moneter dalam arti sempit kemerosotan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika tetapi sudah mengarah pada distorsi pasar, kenaikan harga yang tidak masuk akal, sembako menghilang, pengangguran meningkat dan mengarah krisis kepercayaan kepada pemerintah. Dilihat dari indikator makroekonomi, fundamental ekonomi Indonesia bisa dikatakan kuat hanya jika dilihat dari kriteria pertumbuhan ekonomi. Sedangkan jika dilihat dari indikator kriteria lainnya, maka akan terlihat kelemahan mendasar ekonomi makro. Kelemahan tersebut tercermin dalam:
1)      Tidak adanya korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi tinggi dengan perluasan kesempatan kerja; distribusi pendapatan tidak merata, kesenjangan sosial antara yang kaya dengan yang miskin, dan jumlah tenaga kerja yang semakin meningkat dan berpotensi menjadi pengangguran.  
2)      Pertumbuhan ekonomi dipicu oleh saving gap (investasi lebih besar dari tabungan) yang makin melebar, baik dari kredit bank dalam negeri maupun kredit luar negeri untuk sektor swasta. Sedangkan di sektor pemerintah/publik, pembangunan yang dibiayai dari utang luar negeri yang semakin meningkat.
3)      Kebijaksanaan ekonomi tidak dilaksanakan oleh aparat birokrasi yang bersih dari kolusi, korupsi, nepotisme, sindikasi, dan konspirasi.
Indonesia mengalami krisis moneter bukan baru sekali ini saja. Sebagai salah satu Negara berkembang, Indonesia sudah sering mengalaminya. Krisis yang paling parah terjadi pada pertengahan tahun 1997. Pada saat itu, Indonesia berada dibawah pemerintahan Presiden Soeharto (Orde Baru), dimana kebijakan-kebijakan ekonominya telah menghasilkan kemajuan ekonomi yang pesat. Namun disamping itu, kondisi sektor perbankan memburuk dan semakin besarnya ketergantungan terhadap modal asing,termasuk pinjaman dan impor, yang membuat Indonesia dilanda suatu krisis ekonomi yang besar yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada pertengahan tahun 1997.Keadaan ini kemudian diperburuk dengan adanya krisis nilai tukar bath Thailand yang menyebabkan nilai tukar dollar menguat. Penguatan nilai tukar dollar ini berimbas ke rupiah dan menyebabkan nilai tukar rupiah semakin anjlok.
Banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan krisis itu terjadi. Namun ada dua aspek penting yang menunjukkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia menjelang krisis, yakni saldo transaksi berjalan dalam keadaan defisit yang melemahkan posisi neraca pembayaran dan adanya utang luar negeri jangka pendek yang tidak bisa dibayar pada waktu jatuh tempo. Terjadinya krisis ini menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap perekonomian Indonesia, di dalam segala aspek kehidupan. Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari jatuhnya nilai tukar rupiah ini lebih besar daripada dampak positif yang ditimbulkan.
Dalam menangani krisis ini, pemerintah tidak dapat menanganinya sendiri. Karena merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak dapat dibendung sendiri,lebih lagi cadangan dollar AS di BI sudah mulai menipis. Oleh karena itu, pemerintah meminta bantuan kepada IMF. IMF adalah bank sentral dunia yang fungsi utamanya adalah membantu memelihara stabilitas kurs devisa Negara-negara anggotanya dan tugasnya adalah sebagai tumpuan akhir bagi bank-bank umum yang mengalami kesulitan likuiditas.
Krisis moneter yang berlangsung di Indonesia pada tahun 1997-1998, dapat disimpulkan sbagai dampak dari penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Tak hanya Indonesi, negara- negara tetangga pun juga merasakan. Akan tetapi Indonesia termasuk negara yang terparah akibat masalah tersebut. Hal ini dikarenakan Indonesia sangat tergantung pada dollar Amerika, entah dari sektor impor maupun sektor lain. Dengan adanya keadaan tersebut sebenarnya Indonesia mengalami masalah dalam ekonomi makronya. Hal ini terbukti Indonesia saat itu mengalami Inflasi dan angka pengangguran yang cukup tinggi. Banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan krisis itu terjadi. Namun ada dua aspek penting yang menunjukkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia menjelang krisis, yakni saldo transaksi berjalan dalam keadaan defisit yang melemahkan posisi neraca pembayaran dan adanya utang luar negeri jangka  pendek yang tidak bisa dibayar pada waktu jatuh tempo. Terjadinya krisis ini menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap  perekonomian Indonesia, di dalam segala aspek kehidupan. Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari jatuhnya nilai tukar rupiah ini lebih besar daripada dampak positif yang ditimbulkan. Dalam menangani krisis ini, pemerintah tidak dapat menanganinya sendiri. Karena merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak dapat dibendung sendiri,lebih lagi cadangan dollar AS di BI sudah mulai menipis. Oleh karena itu,  pemerintah meminta bantuan kepada IMF. IMF adalah bank sentral dunia yang fungsi utamanya adalah membantu memelihara stabilitas kurs devisa Negara-negara anggotanya dan tugasnya adalah sebagai tumpuan akhir bagi bank-bank umum yang mengalami kesulitan likuiditas.





B.     SARAN         

1)      Untuk kebaikan ekonomi kedepan, Indonesia harus menjadi Negara yang kreatif dibidang ekonomi dan Negara harus memilih orang yang handal agar dapat menjaga stabilitas ekonomi Indonesia dimasa yang akan mendatang.
2)      Berdasarkan kinerjanya Perum Pegadaian memiliki potensi untuk berperan dalam channeling pemberdayaan ekonomi rakyat. Namun untuk mewujudkan potensi tersebut Perum Pegadaian harus terlebih dahulu membenahi kelemahan-kelemahan struktural yang ada.
3)      Mengingat masih besarnya potensi pasar yang dapat dimanfaatkan oleh lembaga keuangan yang memberikan pinjaman berdasarkan sistem gadai, maka Pemerintah perlu mengkaji kemungkinan pemberian izin bagi perusahaan lain untuk bergerak dalam usaha pegadaian. Hal ini sekaligus dapat mendorong kompetisi untuk meningkatkan efisiensi.
4)      Untuk mengetahui efektivitas penggunaan kredit dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat, Perum Pegadaian perlu lebih intensif dalam memonitor nasabah.
5)      Masalah kesulitan likuiditas dapat diminimalkan apabila sampai batas tertentu kantor daerah diberi kewenangan untuk mencari dana sendiri dengan memanfaatkan potensi daerah setempat (sesuai dengan teori RFM).
6)      Sesuai dengan misi Perum Pegadaian yang didukung oleh sumber dana yang mayoritas bersubsidi, tersedianya room yang cukup luas, rentabilitas yang lebih baik dibandingkan lembaga formal lainnya, serta kecenderungan penurunan suku bunga pasar, maka sudah saatnya besarnya sewa modal diturunkan. Di samping itu, untuk menjaga konsistensi pelaksanaan misi Perum Pegadaian, pemerintah hendaknya menetapkan ketentuan yang mengatur batas minimum porsi kredit untuk nasabah kecil (golongan A dan B), misalnya sebesar 30% – 40%.
7)      Dengan mempertimbangkan potensi dan rencana jangka panjang, nampaknya Perum Pegadaian perlu lebih menekankan pada pemberian kredit daripada melakukan usahausaha lain di luar core usaha Perum Pegadaian.
8)      Perum Pegadaian perlu melakukan evaluasi secara lebih intens terhadap kantor-kantor cabang yang merugikan, untuk mengkaji apakah akan melakukan pemindahan kantorkantor cabang tersebut ke lokasi yang lebih strategis atau melakukan penutupan, khususnya bagi Kanca defisit yang sudah lama didirikan dengan tetap mempertimbangkan pelaksanaan misi sosial yang diemban. 98 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan.
9)      Untuk memperoleh penilaian efisiensi yang lebih riil, maka Perum Pegadaian perlu memperhitungkan biaya dana untuk masing-masing Kanca.
10)  Untuk menghindarkan terjadinya distorsi suku bunga pasar, maka kebijakan pemberian bantuan likuiditas dengan subsidi bunga kepada lembaga pembiayaan yang berorientasi pada masyarakat menengah ke bawah hendaknya hanya dilakukan dalam jangka pendek atau dalam bentuk sekuritisasi.

           
            



















Daftar Pusaka:









http://ade-artikel.blogspot.com/2010/03/sebab-sebab-terjadinya-krisis-ekonomi.html


Tulus Tahi Kamonangan Tambunan. Pembangunan Ekonomi dan Utang Luar   Negeri. Rajawali Press. Jakarta. 2008.

Faisal Basri & Haris Munandar. Lanskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan Renungan Terhadap Masalah-masalah Struktural, Transformasi Baru, dan Prospek Perekonomian Indonesia. Prenada Media. Jakarta. 2009.

Soeharsono Sagir. Kapita Selekta Ekonomi Indonesia. Prenada Media. Jakarta. 2009.



[1][1] Pengertian moral hazard dalam hal ini adalah resiko yang harus ditanggung secara moral. 
[2][2] Menurut informasi terakhir dari pemerintah, jumlah pengeluaran untuk memerangi kemiskinan akan dinaikkan dari 42 triliun rupiah tahun 2006 menjadi 51 triliun rupiah tahun 2007 dan 65,5 triliun rupiah tahun 2008. Pada tahun 2002, pengeluaran APBN untuk kemiskinan sekitar 16,5 triliun rupiah sempat turun sedikit menjadi 16 triliun rupiah tahun 2003. Setelah itu meningkat berturut-turut menjadi 18 dan 23 triliun rupiah dalam dua tahun berikutnya (Royat : 2007). Dari segi anggaran perjiwa rakyat miskin, meningkat dari Rp. 499 ribu rupiah tahun 2004, Rp. 655 ribu rupiah tahun 2005, Rp. 1008.000 tahun 2008, dan Rp. 1.300.000 tahun 2007 (Nugroho dan Suhartono : 2007)    

7 comments:

  1. KABAR BAIK
    Pertama saya ingin mengatakan jika Anda takut akan berhasil, Anda tidak akan berhasil bahkan jika kesempatan datang murah dan gratis, itu semua dimulai pada malam yang dingin sementara di tempat tidur saya pergi melalui internet hanya untuk lelah sehingga saya bisa tidur setelah lama hari di bank mencoba untuk mengamankan pinjaman dengan rumah saya dari bank HSBC di pekanbaru bagi mereka yang mungkin tahu bank ini, saya mencoba dan setelah dokumentasi saya diberitahu untuk kembali dalam waktu 30 hari yang bagi saya seperti selamanya jadi sementara pada saya ranjang memikirkan tindakan saya berikutnya, saya menemukan cerita tertentu tentang cara mendapatkan pinjaman dan pada tingkat yang sangat rendah 2% dengan nama-nama perusahaan sebagai perusahaan pinjaman Rossa Stanley saya bertanya-tanya apakah itu nyata sehingga saya menyelidiki lebih jauh dan datang di seorang wanita bernama Nadia Sisworo bersaksi bagaimana dia mendapatkan pinjaman dengan rincian banknya semua ditampilkan jadi saya mengirim email dan kami berbicara, kami mengobrol dan dia meminta saya untuk menghubungi perusahaan ibu rossa bahwa jika rumah saya nyata dan identitas saya mungkin beruntung mendapatkan pinjaman jadi saya mengirim email ke ibu Rossastanleyloancompany@gmail.com tentang kondisi saya dan formulir pinjaman diberikan, saya mengisi dan mengajukan permohonan pinjaman sebesar Rp350.000,00, dan sisanya untuk Kemuliaan Allah, saya mendapat pinjaman dari perusahaan induk rossa, jadi orang yang saya sayangi jika Anda memiliki beban keuangan yang tulus atau ingin mengembangkan bisnis Anda jangan ragu untuk bertemu ibu rossa untuk bantuan saya yakin Rp350.000.000,00 sudah cukup untuk meninggalkan kemiskinan dan bahagia selamanya seperti saya jika Anda masih ragu-ragu biaya untuk menelepon atau WhatsApp saya di +6282385590743 atau menulis saya di hadiemi64@gmail.com dan saya akan membuktikan kepada Anda ibu nyata

    ReplyDelete
  2. Nama saya CORINA ALVARADO, saya dari Filipina dan saya tinggal di kota dipolog. Saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk menulis kepada orang-orang yang membutuhkan pinjaman di internet bahwa jika Anda membutuhkan pinjaman nyata dan sah, karina roland adalah perusahaan yang tepat untuk diterapkan dari saya ditipu oleh 2 perusahaan saya mengajukan pinjaman dari dan karina roland adalah perusahaan ketiga yang saya lamar dari saya menerima pinjaman saya dari karina elena roland perusahaan pinjaman dalam waktu kurang dari 2 jam seperti yang dikatakan oleh perusahaan sehingga siapa pun yang membutuhkan pinjaman online tanpa scammed harus mendaftar dari karina roland dan beristirahatlah yakin bahwa Anda akan senang dengan perusahaan ini. Anda hanya dapat menghubungi perusahaan ini melalui whatsapp +1(585)708-3478 atau mengirim email ke karinarolandloancompany@gmail.com. Salam kepada siapa pun yang membaca pesan ini di seluruh dunia.

    ReplyDelete
  3. Nama saya: Etin supriatin
    negara Indonesia
    Pinjaman disetujui: Rp 450.000.000 bank: bank bri
    email: (supriatinetin123@gmail.com)

    Halo semuanya, nama saya ETIN SUPRIATIN
    Saya ingin membagikan kesaksian yang luar biasa ini
    bagaimana cara mendapatkan pinjaman saya dari BELINDA CHRISTOPHER LOAN COMPANY ketika kami diusir dari rumah kami ketika saya tidak dapat membayar tagihan saya lagi karena patah hati,
    Setelah ditipu oleh berbagai perusahaan online dan pinjaman ditolak oleh bank saya dan beberapa credit unions lainnya i
    dikunjungi. Hingga suatu saat aku berjalan dengan malu-malu
    seorang teman sekolah lama yang memperkenalkan saya pada BELINDA CHRISTOPHER LOAN COMPANY
    Awalnya saya mengatakan kepadanya bahwa saya tidak siap mengambil risiko lagi
    untuk mengajukan pinjaman online lagi, tetapi dia meyakinkan saya bahwa saya tidak perlu khawatir akan menerima pinjaman dari mereka. Langsung berpikir,
    karena saya tunawisma, saya melakukan uji coba dan mengajukan pinjaman, untungnya disetujui untuk saya dan saya mendapat pinjaman Rp 450.000 dari
    {belindachristopherloancompany@gmail.com}. Saya senang saya mengambil risiko dan mengajukan pinjaman. Keluarga saya dan saya sekarang senang karena saya memiliki rumah dan bisnis sendiri. Semua rasa terima kasih saya sampaikan kepada BELINDA CHRISTOPHER LOAN COMPANY karena telah memberi makna pada hidup saya ketika saya mengira semua harapan telah hilang. Anda dapat menghubungi mereka melalui email (belindachristopherloancompany@gmail.com) atau jika Anda membutuhkan pinjaman cepat nyata, Anda masih dapat menghubungi saya melalui (supriatinetin123@gmail.com) untuk informasi lebih lanjut.

    BELINDA CHRISTOPHER LOAN COMPANY

    alamat email: belindachristopherloancompany@gmail.com

    ReplyDelete
  4. Nama saya: Etin supriatin
    negara Indonesia
    Pinjaman disetujui: Rp 450.000.000 bank: bank bri
    email: (supriatinetin123@gmail.com)

    Halo semuanya, nama saya ETIN SUPRIATIN
    Saya ingin membagikan kesaksian yang luar biasa ini
    bagaimana cara mendapatkan pinjaman saya dari BELINDA CHRISTOPHER LOAN COMPANY ketika kami diusir dari rumah kami ketika saya tidak dapat membayar tagihan saya lagi karena patah hati,
    Setelah ditipu oleh berbagai perusahaan online dan pinjaman ditolak oleh bank saya dan beberapa credit unions lainnya i
    dikunjungi. Hingga suatu saat aku berjalan dengan malu-malu
    seorang teman sekolah lama yang memperkenalkan saya pada BELINDA CHRISTOPHER LOAN COMPANY
    Awalnya saya mengatakan kepadanya bahwa saya tidak siap mengambil risiko lagi
    untuk mengajukan pinjaman online lagi, tetapi dia meyakinkan saya bahwa saya tidak perlu khawatir akan menerima pinjaman dari mereka. Langsung berpikir,
    karena saya tunawisma, saya melakukan uji coba dan mengajukan pinjaman, untungnya disetujui untuk saya dan saya mendapat pinjaman Rp 450.000 dari
    {belindachristopherloancompany@gmail.com}. Saya senang saya mengambil risiko dan mengajukan pinjaman. Keluarga saya dan saya sekarang senang karena saya memiliki rumah dan bisnis sendiri. Semua rasa terima kasih saya sampaikan kepada BELINDA CHRISTOPHER LOAN COMPANY karena telah memberi makna pada hidup saya ketika saya mengira semua harapan telah hilang. Anda dapat menghubungi mereka melalui email (belindachristopherloancompany@gmail.com) atau jika Anda membutuhkan pinjaman cepat nyata, Anda masih dapat menghubungi saya melalui (supriatinetin123@gmail.com) untuk informasi lebih lanjut.

    BELINDA CHRISTOPHER LOAN COMPANY

    alamat email: belindachristopherloancompany@gmail.com

    ReplyDelete
  5. NAMA: Titin yuni Arlini
    Nomor rekening: 6170235108
    NAMA BANK: bank central asia (BCA)
    HIBAH PINJAMAN: Rp 250.000.000
    EMAIL SAYA: titinyuniarlini@gmail.com

    Selamat siang!!!
    Saya hanya tersenyum saat memposting ini karena KARINA ELENA ROLOAND LOAN COMPANY telah membuat saya dan keluarga saya keluar dari hutang. Semuanya berawal ketika saya membutuhkan pinjaman Rp250.000.000 untuk melunasi semua hutang saya, tidak ada yang membantu karena saya kehilangan suami sampai saya menemukan kontak emailnya di internet sehingga saya memutuskan untuk mengajukan pinjaman dari MOTHER KARINA dan sekarang saya sangat senang dan berterima kasih atas bantuan MOTHER KARINA karena telah memberikan pinjaman saya.
    Sekarang saya memiliki bisnis sendiri dan saya merawat keluarga saya dengan baik karena bantuan KARINA ELENA ROLAND LOAN COMPANY yang memberi saya pinjaman tanpa stres. Tuhan Yang Maha Esa akan terus memberkati kerja keras yang baik dari MOTHER KARINA.
    Anda dapat menghubungi mereka sekarang melalui email atau whatsapp oke: (karinarolandloancompany@gmail.com) atau whatsapp +15857083478

    ReplyDelete
  6. Kabar baik!!!

    Nama saya teddy dan saya dari Jawa Tengah Indonesia dan alamat saya KP. KADU RT 10 RW 04 KEL SUKAMULYA KEC CIKUPA KAB TANGERANG BANTEN, Saya baru saja menerima pinjaman Rp 3 Miliar (Small Business Admintration (SBA) dari Perusahaan Pinjaman Dangote setelah membaca artikel dari Lady Jane Alice (ladyjanealice@gmail.com) dan Mahammad Ismali ( mahammadismali234@gmail.com) tentang cara mendapatkan pinjaman dari Perusahaan Pinjaman Dangote dengan tingkat bunga 2% tanpa lisensi atau biaya gurantor, saya baru saja melamar melalui email dan ikhlas selama prosesnya, awalnya saya takut mengira itu seperti penipuan perusahaan peminjaman sebelumnya, tetapi yang mengejutkan saya ini nyata bahwa saya juga berjanji akan memberi tahu lebih banyak orang, percayalah itu nyata 100%, pelamar lain dari negara lain juga dapat bersaksi.

    Email Perusahaan Pinjaman Dangote Melalui email: Dangotegrouploandepartment@gmail.com

    Email saya: teddydouble334@yahoo.com

    ReplyDelete
  7. Jika bank Anda mengatakan tidak kepada Anda untuk pinjaman, ada tempat otentik di mana Anda bisa mendapatkan pinjaman asli. Saya ingin mendapatkan pinjaman institusi yang saya temukan online untuk semua saudara dan saudari Muslim yang mencari pinjaman cepat untuk dengan cepat menyelesaikan masalah yang diinginkan. Saya mendapat pinjaman sebesar Rp.700.000.000. Dari Mother Karina Roland Loan Company yang saya gunakan untuk merenovasi rumah sakit saya dan untuk melengkapi bisnis saya. Saya mendapat pinjaman dari mereka beberapa bulan yang lalu. Saya meminjam dari mereka karena ada banyak perusahaan pinjaman palsu online. Saya juga memperkenalkan saudara lelaki saya yang juga mendapat pinjaman sebesar Rp. 500.000.000 Perusahaan Pinjaman Karina Roland. Sebelum saya menghubungi mereka untuk pinjaman, saya juga melakukan banyak penelitian tentang mereka dan menemukan mereka benar-benar otentik. Mereka tidak seperti perusahaan pinjaman barat yang palsu. Jadi saya meminta pinjaman tanpa jaminan dengan mereka. Mereka memberikan pinjaman sesuai dengan hukum dan peraturan Islam. Tidak diperlukan jaminan. Tidak ada biaya tersembunyi. Mereka meminjamkan proses yang cepat dan sederhana. Tetapi Anda harus dapat menyetujuinya. Dan Anda juga harus membayar kembali pinjaman mereka pada waktunya. Saya ingin bertanya kepada semua Muslim sejati dan tidak ada Muslim untuk menghubungi ibu yang baik Karina di email atau whatsapp: +15857083478 (karinarolandloancompany@gmail.com) Anda dapat menghubungi saya untuk menyarankan juga melalui email (nurraysadiena@gmail.com)

    ReplyDelete